Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika Mantan Napi Korupsi Dibolehkan Nyaleg, Setumpuk Pertanyaan buat Mahkamah Agung RI

21 September 2018   15:13 Diperbarui: 21 September 2018   15:27 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://legaleraindonesia.com

Siapa yang paling kecewa dengan keputusan MA bahwa mantan narapidana korupsi boleh menjadi caleg 2019?

Kalau seorang Guru Besar Mahfud MD kecewa berat, apalagi saya sebagai seorang rakyat. Dan saya menduga sangat kuat bahwa masyarakatpun kecewa dengan keputusan MA tersebut.

Bagaimana mungkin, seorang mantan narapidana bisa menjadi wakil rakyat? Apakah dia tidak memiliki rasa malukah? Mengapa dia tidak insyaf saja dan mulai memperbaiki hidupnya dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa agar dia boleh masuk surga kelak? Apakah dengan dia menyaleg dan nanti terpilih lalu hidupnya lebih bersih? Apakah dia tidak akan melakukan tindakan korupsi lagi setelah jadi caleg?

Begitulah setumpuk pertanyaan yang menjadi bahan obrolan rakyat diruang-ruang publik, diwarung-warung kopi.

Kemudian, apa alasan MA meloloskan mereka menjadi caleg? Menurut Mahfud MD, di Amerika saja, mereka yang mantan napi itu dicabut hak politiknya sehingga sama sekali tertutup kemungkinan untuk nyaleg lagi. 

Tetapi mengapa MA menyetujui? Demi untuk siapakah MA melakukan itu? Demi hukum dan undang-undangkah? Undang-undang yang manakah? Lha, kalau demi undang-undang, mana lebih uatama undang-undang atau suara rakyat yang pada umumnya cenderung menolak mantan napi nyaleg ?

Nampaknya, keputusan MA ini sungguh sangat menyakitkan perasaan publik yang menolak mantan napi diboleh nyaleg. Lha, kalau suara publik begitu, mengapa MA tidak mempertimbangkan untuk mengakomodirnya?

Padahal, usulan agar mantan napi korupsi ini tidak boleh nyaleg datang dari KPU dengan PKPUnya. KPU mengusulkan hal itu karena pertimbangan yang matang juga dari suara hati nurani rakyat. Mengapa MA tidak memperhatikan substansi dan jiwa serta semangat PKPU itu? Mengapa pula tidak mau mendengar suara-suara ahli lainnya, seperti seorang Profesor Mahfud MD itu? Yang sejak awal tidak setuju mantan napi nyaleg, apapun alasannnya.

Bagaimana menjelaskan hal ini kepada anak-anak dan cucu kita nanti? Ketika mereka melihat bahwa mantan napipun masih boleh memimpin masyarakat. Bukankah ini sebuah pembelajaran yang sangat tidak bijak bagi generasi penerus bangsa ini?

Artinya, mereka berbuat kejahatan dan jadi terpidana masih boleh saja menyaleg kelak? Ini kan menjadi preseden buruk yang bikin capek menjawabnya.

Berapa banyak sih mantan napi ini yang nampaknya harus diselamatkan untuk bisa nyaleg? Sehingga MA harus melawan keadilan publik yang menolak mantan napi nyaleg.Menurut catatan kompas, jumlah mereka hanya 38orang saja. Apakah 38 orang caleg ini betul-betul sangat penting untuk masa depan bangsa dan negara ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun