Mohon tunggu...
Yunita Devika Damayanti
Yunita Devika Damayanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Football, Music, Books, Foods.

Pelajar paruh waktu yang mencintai sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Cerita Saya dengan Sepak Bola Indonesia

17 Agustus 2021   23:56 Diperbarui: 18 Agustus 2021   11:48 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram @ibachdim

Irfan Bachdim, idola ciwi-ciwi saat itu. Wajah blasteran Indonesia-Belanda, kepiawaian bermainnya di lapangan dan selebrasi ikoniknya masih membekas sampai saat ini. Bisa dibilang duet pemain naturalisasi antara Gonzalez dan Irfan adalah hal yang paling menyenangkan untuk kita kenang.

Ban kapten timnas kita saat itu melingkar di lengan atas Firman Utina. Playmaker yang membuat lini tengah bisa bermain eksplosif.

Di sampingnya ada dua winger Oktavianus "Okto" Maniani si Ryan Giggs-nya Indonesia, dan juga Muhammad Ridwan yang menjadi pencetak gol penutup di turnamen tersebut.

Lini belakang? Tak kalah tangguh. cuy.

Garis akhir pertahanan dijaga oleh Markus Horison yang saat itu berpenampilan sekilas mirip Willy Caballero, kipernya Chelsea. Di depannya ada duet bek andalan timnas Maman Abdurahman dan Hamka Hamzah, duet bek yang sepertinya lebih kuat dibandingkan dengan duet antara Chris Smalling dengan Phil Jones.

Menonton pertandingan dari televisi tabung, di mana saat itu belum ditemukan atau memang di tempat tinggal saya belum ada yang mempunyai televisi layar datar yang tipis seperti sekarang, antusiasme masyarakat tetap amat tinggi demi mendukung timnas kesayangan. Dari anak-anak sampai orang dewasa setiap keluarga besar berkumpul untuk melihat sejarah baru yang diharapkan bisa timnas Indonesia berikan.

Momen itu ternyata sudah lama sekali, lebih dari sedekade lalu, di mana nobar rame-rame ditemani kacang tanah rebus, tanpa ada rasa kekhawatiran digrebek Satpol-PP atau tertular Covid-19 karena tidak physical distancing.

Saya masih ingat saat menonton pertandingan di mana sepupu saya keluar rumah karena takut ketika Firman Utina maju menendang pinalti, sebuah hal yang saat itu daya anggap membagongkan.

Selain antusiasme saat menonton bareng, ada hal lagi yang bukti kenangannya masih tersimpan rapi sampai sekarang, yaitu ramainya anak-anak yang mengenakan atribut timnas. Yang saat itu paling ramai dan umum dijumpai adalah jersey bernomor punggung 9 dan 17 milik dua pemain paling banyak digemari, Gonzalez dan Irfan Bachdim. Ke mana saja saya melangkah sore-sore setelah mandi, pasti ada yang memakai jersey itu.

Di lingkungan sekolah juga tak kalah hype-nya, mamang mamang penjual mainan di depan sekolah tak luput menjajakan dagangan berupa poster dan sticker bergambar wajah para punggawa timnas. Wihhh rasanya bangga sekali saya karena saat itu bisa membeli poster Gonzales dan kesebelasan Indonesia, beserta sticker mereka juga tentunya, ya meskipun harus rela memotong uang jajan.

By the way, jaket timnas hasil pemberian emak saya yang doi beli di pasar juga masih ada sampai sekarang, kadang masih saya pakai juga, utamanya saat menonton timnas atau ikut lomba Agustusan, walaupun sering dibilangin, "jaket banyak yang lebih bagus kenapa pake jaket lama yang udah agak kekecilan begitu?!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun