Mohon tunggu...
Yuniar N. Gina
Yuniar N. Gina Mohon Tunggu... pelajar -

seorang santri yang sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta dengan Marahnya Seorang Guru

4 Maret 2018   22:17 Diperbarui: 4 Maret 2018   22:41 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sosok itu adalah yang dikenal orang sebagai sosok yang keras, selama hidupnya jarang orang yang mengetahui bahwa dia adalah orang yang penuh cinta dan kasih. Beliau sering sekali menampakkan kasih sayangnya di dalam marahnya, khususnya terhadap orang yang benar ia cintai.

Di keluarga, ia seakan membedakan rasa cinta yang ditampakkan terhadap putra putrinya, tetapi itu adalah suatu keistimewaan darinya. Seperti kasih sayang Tuhan terhadap Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub, Nabi Muhammad SAW. Cinta terhadap nabi-nabi ini tidak sama, Dia memberikan cinta yang sesuai terhadap kepribadian khusus para nabi tersebut.

Nabi Adam As, mendapatkan cinta dari Tuhan berbentuk manusia pertama yang merasakan nikmatnya surga ketika hidup, hingga turun kedunia untuk menjalankan titahnya sebagai khalifah. Nabi Ibrahim As, mendapatkan cinta-Nya berbentuk orang yang merasakan sisi ketuhanan melalui aspek ilmiah setelah penantian panjang "pencarian Tuhannya" hingga diberi gelar Khalilullah (Kekasih Allah). Sampai Nabi Ibrahim dibakar dengan api, diutus menyembelih anaknya sebagai bukti cinta Tuhan kepadanya.

Nabi Sulaiman As, yang dianugerahi suatu kerajaan yang konon meliputi seluruh bumi warisan dari ayahnya Nabi Daud As dan menyebarkan cinta Tuhannya terhadap seluruh makhluk di muka bumi ini hingga semut yang ada di lenganya. Nabi Ayyub As. mendapatkan cinta Tuhan dari penyakit yang dideritanya selama bertahun-tahun hingga ditinggal istri dan sebagian ummatnya.Tetapi, inilah kisah cinta Tuhan selalu banyak cerita berkesan di dalamnya. 

Nabi Ayyub As. diberi kesembuhan secara ajaib dari air yang telah disiapkan Tuhan kepadanya. Berakhir di Nabi Muhammad SAW sosok yang paling dicintai Tuhan. Hingga Allah pernah berfirman kepadanya: "Kalau tidak karena engkau, apabila bukan karena engkau Muhammad, aku tidak akan menciptakan langit dan bumi seisinya."

Dia, pengasuh kami mencintai seperti itu, beliau paham siapa yang harus diberikan cinta dengan cinta, cinta dengan marah, cinta dengan diam. Hanya terkadang orang yang dicinta tidak paham dan ingin dicinta dengan cara lain tetapi tidak cocok untuknya. Saya adalah sosok yang mendapat jatah "Cinta dengan Marah" oleh beliau. 

Hingga suatu ketika saya masih menjadi santri mukim di pondok, tak jarang saya sering banyak terlibat aktif di beberapa kegiatan di luar pondok yang mungkin hampir bentrok dengan kegiatan utama saya di pondok yaitu ngaji/ta'lim sehingga membuat saya banyak absen mengikuti ngaji. Saat itu justru bukan dukungan yang saya dapatkan, tetapi marah yang beliau tunjukkan pada saya. Saat itu saya berpikir, mungkin beliau khawatir kewajiban saya sebagai santri menjadi terbengkalai karna kurang bisa mengatur waktu. 

Setelah itu tidak lama berselang ketika ada jadwal mengaji beliau, beliau mengatakan kepada para santri bahwa, "saya ingin santri-santri disini menjadi orang yang sukses. Sukses menjadi santrinya, sukses di kampusnya. Apapun kegiatan kalian di luar pondok yang berkaitan dengan kepentingan kuliah pasti selalu saya dukung, saya justru sangat bangga ketika ada santri yang berprestasi pula di kampusnya. Hanya kalian pun jangan sampai meninggalkan kewajiban kalian sebagai santri disini."

Ini suatu bentuk cinta dari beliau yang seperti bertolak belakang dari apa yang ditampakkan dari raut wajahnya saat itu. Akan tetapi dihati jutaan butir cinta telah bertaburan yang siap disemai. Begitu banyak cinta yang tak tersampaikan karena orang yang dicinta tidak paham dicintai dan menunutut cinta yang sama dengan orang lain yang menurutnya dicinta. 

Sampai saat ini saya selalu percaya bahwa seorang guru akan selalu mencintai santri-santrinya dengan tulus dan ikhlas, karna santri adalah anak-anaknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun