Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Perginya Si Maksi Mini

22 November 2021   20:59 Diperbarui: 22 November 2021   21:16 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini terlambat sehari dari kabar duka itu. Hajjah Verawaty Fajrin, salah satu perempuan langka di republik ini dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada hari Ahad Legi 16 Rabiul Akhir 1443 H bertepatan 21 November 2021.

Ibu Verawati pada usia 23 tahun -di tahun 1980- merupakan perempuan Indonesia pertama yang menjadi juara dunia bulutangkis. Prestasi tersebut baru bisa disamai oleh putri Tasik -Super Susy Susanty- pada tahun 1993. Sesudah itu tidak ada lagi predikat juara dunia dari tunggal putri Indonesia.

Menyebut nama Verawaty tentunya mengingatkan pada duo "Maksi Mini", sang bintang pada perebutan Uber 1986 di Jakarta. Verawaty Fajrin bertinggi badan 178 senti disebut si MAKSI. Beliau dipasangkan dengan Yantie Kusmiatie yang tingginya -orang bilang- Semampai atau semeter tak sampai. Yanti adalah si MINI. 

Sayangnya fenomenalnya ganda maksi-mini tidak diikuti oleh tunggal putri Indonesia saat itu. Alhasil di final tim Indonesia kalah melawan Tiongkok 2-3. Meski di ganda putri menang semua, tapi tunggal putri kalah semua. Termasuk Verawati yang merangkap main, baik tunggal (kalah) maupun ganda (menang).

Namun tidak pada tahun 1989. Verawati dan Yanti diturunkan sebagai pemain kedua di ajang Sudirman Cup, namun kalah. Akan tetapi pada partai terakhir ketika kedudukan 2-2, Verawaty bermain ganda campuran bersama Edy Hartono. Mereka menang straight set sehingga untuk pertama kali (dan satu satunya sampai sekarang) Indonesia mendapat Sudirman Cup. 

Pembelajaran dari turunnya Verawati (dan juga Edy Hartono) merangkap adalah ....mungkin ya. Ini: barangkali. Bisa jadi Indonesia perlu merangkapkan pemain untuk mendapat lagi supremasi ganda campuran tersebut. 

Anggap ada satu pemain yang merangkap, maka komposisi susunan pemain bisa dipecah. Contohnya dulu tahun 2013, cik butet merangkap ganda campuran dan ganda putri. Meski kalah 2-3 melawan Tiongkok di perempat final, tapi skor itulah yang terbesar yang dapat diraih oleh lawan China. Karena sehabis itu CHN melaju terus 3-1 dan 3-0 sampai ke jenjang juara.

Di facebook kemarin saya tulis begini. Indonesia pertama kali meraih piala Sudirman, dan satu satunya sampai saat ini, adalah pada tahun 1989. Kedudukan 2-2 di final melawan Korea Selatan. Partai terakhir adalah ganda campuran, Korea menampilkan maestro gandanya si Park Jo Bong/ Chung Myung Hee.

Indonesia mengeluarkan pasangan -yang tergolong- dadakan, yaitu Edy Hartono/ Verawaty Fajrin. Disebut dadakan karena Edy Hartono core-nya adalah ganda putra, bersama Rudy Gunawan. Sedangkan verawaty sesudah berhenti di tunggal putri (sempat juara dunia tahun 1980) adalah ganda putri -bersama Yantie Kusmiatie.

Pasangan ganda Vera/ Yanti ini sering disebut "maksi mini" karena tinggi Verawaty yang menjulang (mendekati 180 cm) sementara Yanti Kusmiatie semampai alias "semester tak sampai". Seingat saya pasangan Vera/ Yantie ini tidak terkalahkan selama piala uber 1986 di Jakarta. Sayangnya pemain tunggal putri Indonesia kalah semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun