Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereka-Mereka yang Telah Pergi

19 September 2021   06:04 Diperbarui: 26 September 2021   00:52 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Prie GS dari regional.kompas.com

Tulisan ini terinspirasi saat Cak Lontong diwawancara mbah Sudjiwo Tejo dalam podcastnya. Di sini,  tepatnya pada pada menit ke 29 detik ke 10 (atau 00:29:10) cak Lontong menyitir sebuah pepatah petitih "Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya".

Bayangan saya melintas ke peristiwa selama setahun ini. Fenemona keberadaan corona virus disease 2019 year, atau Covid 19. Corona #oh corona, dikau mempercepat hilangnya kuasa manusia atas hidupnya. Mereka yang lahir, mereka yang mati. Covid membuat hati terhimpid, batin menjerid, badan sakid. Covid membuat was-was eksistensi kehidupan. Membuat khawatir kelahiran baru. Mempercepat seseorang wafat.

Beberapa orang yang saya kenal lewat karyanya telah dipanggil ke haribaannya. Untuk tidak berlama-lama tulisan ini, akan kami sebut satu persatu.

PERTAMA ialah Prie GS. Seorang multi talenta. Bisa nggambar, bisa cerpen, menulis buku, dan motivator. Bisa juga bermain alat musik (beliau Alumni D2 Seni IKIP Semarang). Jadi budayawan jadi agamawan. Disebut agamawan salahsatunya misal ketika almarhum menafsirkan ayat-ayat Allah dari Al Quran. 

Saya pernah iseng menanyakan di FBnya, tentang apa itu kepanjangan "GS" dalam nama Prie GS. Secara berkelakar beliau menjawab: g-anteng s-ekali. Dulu pernah di koran Minggu Ini (suplemen harian Suara Merdeka, akhirnya menjadi tabloid sendiri berjejuluk Cempaka Minggu Ini), mas Prie GS pernah digarapi temen-temennya, yang memanjangkan nama GS menjadi g-egeden s-arung.

Kalau melihat podcast Helmy Yahya yang berjudul (kurang lebih) jangan setengah-setengah dalam mencapai sukses, maka untuk case Prie GS ini saya jadi agak bingung. Bingung antara prie GS ini memang setengah setengah, atau memang optimal dalam berbagai hal. 

Namun kalau melihat cerita beliau yang hidupnya susah saat kecil dan muda, maka menjadi tokoh yang ngetop di seantero tanah air (sampai beliau meninggal) bisa jadi bukti kesuksesan tersendiri.

KEDUA adalah drs Toto Utomo Budi Santoso. Tipikal petarung. Mungkin maksudnya: suka menghadapi masalah/ risiko, tidak menghindarinya. Dulu prof Gunawan Sumodiningrat (bos pak Toto sewaktu pak Toto menjabat eselon dua di Depsos, sekitar tahun 2007-2009) memang sengaja mengkader beliaunya untuk jadi pemimpin di Kementerian. 

Sewaktu beliau Sesdirjen, berani sewa Hercules untuk membawa rombongan Kemensos dan lintas stakeholders memperingati hari pahlawan di Blitar. Tidak hanya satu, namun dua pesawat.

Jabatan terakhir bapak Toto Utomo adalah Sekjen Kemensos (2010-2015). Beliau malah mengajukan pensiun dini saat menjabat Sekjen Kemensos di era Menteri Khofifah. Kemudian masuk ke partai, untuk pemenangan Pemilu presiden, di pihak Prabowo (tahun 2019). Ketepatan beliau adalah adik kandung mendiang Jenderal Djoko Santoso (Panglima TNI era presiden SBY), yang merupakan tim prabowo sejak tahun 2014.

Saya mengenal agak dekat karena beliau pernah menjadi Sesditjen Dayasos tahun 2007-2009 waktu itu Dirjennya adalah professor gunawan sumodiningrat. Pak Toto ini adik kandung mendiang Panglima TNI periode 2007-2010 jenderal Djoko Santoso. Beliau memang tipe orang yang tidak bisa duduk di meja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun