Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Bend It Like Lin Dan

21 Juli 2020   23:47 Diperbarui: 22 Juli 2020   14:53 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: /www.kompas.com

Kalau dulu pernah ada film "Bend it like Beckham" mengingat keterkenalan dari pesepakbola Inggris yaitu David Bechkam, mengapa tidak ada hal serupa terjadi pada Lin Dan? Tekuklah seperti Beckham, film yang muncul tahun 2002. Mestinya kini tahun 2020, bisa saja munculkan Bend it Like Lin Dan. Tekuklah punggungmu seperti Lin Dan yang menjelajah 6x5 meter luas lapangan sendiri, dari total 13,40 x 6,1 meter lahan bulutangkis.

Lin Dan mewakili generasi terus menerus dalam bulutangkis. Saat si LD sudah main di Asian Games, si Antony Sinisuka Ginting baru TK nol besar. Ihsan Maulana Mustofa setahun lalu keluar dari pelatnas (padahal mampu mengalahkan LD) saat LD merebut piala Thomas pertama kali, baru usia 9 (sembilan) tahun. 

LD jelas merupakan momok bagi tim Indonesia. Sejak LD menjadi ujung tombak beregu Thomas, kita belum pernah jadi juara Thomas Cup lagi. Saat RRC kehilangan piala Thomas tahun 2014, karena Lin Dan diturunkan sebagai tunggal ketiga (alias partai kelima), yang saat itu kalah melawan Jepang 0-3 di semifinal. 

Tahun 2016 RRC kalah melawan Korea 3-1 di perempat final, dan LDlah yang menyumbang satusatunya pon tersebut. Untungnya pada final All England 2018, LD kalah melawan kompatriotnya sendiri --yaitu Shi Yuqi- sehingga rekor Rudy Hartono tidak bisa disamai oleh pemain manapun di muka bumi. LD nyaris menjuarai All England sebanyak 7 kali, sedangkan Rudy 8 kali.

Sepekan yang lalu --di bulan Juli- Lin Dan pensiun. Seingat saya LD ini menarik perhatian mulai tahun 2002 di Asian Games Busan Korea. Saat umur 18 tahun si LD mampu ke semifinal perorangan, sebelum kalah sama Taufik Hidayat (TH). Hanya butuh 2 (dua) tahun, LD kemudian menjadi tunggal terkuat Tiongkok saat Thomas cup 2004 di Jakarta. Tiongkok meraih kampiun piala Thomas, setelah mereka zonk selama 12 tahun lamanya. Tahun 1994-2002 piala tersebut ngendon di tanah air kita tercinta. Setelah sempat mampir ke Malaysia sekali di tahun 1992.

Tahun 2004 itulah saya lihat live penampilan LD. Tepat di tribun depan, belakang pemain. Ceritanya para calo Senayan salah tebak saat itu. Mereka pikir Indonesia bisa ke final, sehingga tiket mereka borong habis. Ternyata Indonesia kalah sama Denmark di semifinal. Apesnya lagi (apes bagi para calo) pertandingan final dimundurin hampir dini hari, mungkin untuk memenuhi selera penonton Eropa dan RRC. 

Sehingga para pecinta bulutangkis dari Barat melihat partai itu pas prime time. Tahun 2004 tersebut para calo banting harga. Tiket mereka jual separoh harga. Dan memang di dalam setadion tidak banyak penonton, hanya pendukung Tiongkok yang menguasai arena.

Senangnya melihat live adalah menyaksikan kejadian yang tidak mampu tercover oleh kamera televisi. Partai tersengit saat itu adalah tunggal kedua. Saat Bao Cunlai (CHN) mengalahkan Kennet Johansen (DEN) melalui rubber set. Saking seru dan lamanya pertandingan, Kenneth johansen memohon ganti celana sama wasit. 

Wasit tentunya tidak memperbolehkan, karena protokol ganti celana butuh waktu lama. Tapi kennet johansen ngotot, dan kemudian berteriak ke arah official tim Denmark untuk melempar celana. Peter gade tanggap, dia lepas celana lalu dilempar ke tengah pertandingan. Kennet menangkapnya, lalu celana lama dicopot dan balik dilempar kea rah peter gade. 

Jadi kedua pemain yang saling lempar lemparan ini sempat cuman berbekal sempak (swim pack). Kennet kalah 12-15 di set ketiga. Tampak dia begitu menyesal, terlihat dari duduk menyendiri bersandar tembok --di bawah tribun penonton.

Peter Gade sendiri saat itu kalah melawan Lindan pada partai pertama. LD tampak begitu emosional merayakan kemenangannya. Sambil lempar kaos, berteriak kencang, setengah duduk setengah berdiri mengepalkan tangan ke udara. Tekanan partai tersebut memang demikian berat. Peter gade sepertinya memancing emosi LD dengan cara menunda nunda saat servis, dan kemudian saat menerima servis. Sehingga ketika LD menang, mungkin merasa plong, gitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun