Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bulan Mei 22 Tahun yang Lalu

27 Mei 2020   22:50 Diperbarui: 2 Juni 2020   06:31 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:  https://nasional.kompas.com/read/2018/05/21/06480851/21-mei-1998-saat-soeharto-dijatuhkan-gerakan-reformasi

Bulan Mei ini akan berakhir. Apabila kita menengok ke belakang banyak kisah pergolakan politik (pemerintahan) dan sosial terjadi di bulan Mei. Pada pertengahan Mei 1998 terjadi kerusuhan terkait ketidak puasan rakyat terhadap pemerintah menangani krisis moneter. Tanggal 27 Mei 1996 kerusuhan dualisme partai PDI yang membuat mereka saling berebut markas. Kemudian 27 Mei 2006 ada gempa di jogja selama 57 detik berkekuatan kurang lebih 5,9 skala Richter, terjadi pukul 05:55 WIB.

Namun yang saya akan bahas ini adalah peristiwa pada hari Sabtu, 21 Mei 1998, alias 22 tahun yang lalu. Yaitu pengunduran diri Bapak Pembangunan kita, Haji Muhammad Soeharto. Beberapa hari sebelumnya, saya menjadi bagian dari rombongan mahasiswa yang berjalan kaki dari kampus bulaksumur ke alun-alun kidul jogja. Waktu itu Raja Jawa –Sultan Hamengku Buwono X- mengeluarkan maklumat, yang intinya perlunya suksesi kepemimpinan. Koran-koran pada terbit (yang mestinya tanggal merah) karena pada yakin ada semacam peristiwa besar yang akan terjadi. Sang tokoh reformasi, bapak M. Amien Rais, mengatakan dalam bahasa Inggris bahwa the old man akan menyerah.

Saya punya pengalaman unik di hari Sabtu tanggal 21 Mei 1998 itu. Perjalanan dari Jogja menuju kabupaten Karanganyar. Saya naik bus kira kira dua setengah jam. Sampai di deket rumah –tepatnya di jalan Lawu- sekitar 300 meter dari rumah, kemudian melewati sungai, kok ya pas ada dua orang ngobrol. Satunya sedang nyemplung setengah badan di sungai. Satunya berdiri di daratan. Saya hanya lewat saja. Kata -kata yang diulang oleh kedua orang itu adalah “pak Harto”. Obrolan yang sangat dihindari pada masa Orba untuk mengghibah Presidennya.

Ketika sampai rumah, Bapak yang menyapa saya pertama, dan mengatakan kalau Pak Harto (PH) mundur. Televisi ramai dengan orang orang yang gembira. Di tengah tank-tank dan panser itu kulihat ada ibu ibu menyuapin anaknya yang balita. Kemudian ada bapak-bapak sambil momong anaknya diwawancara, bapak itu menceritakan makna reformasi ke anaknya. Sepasukan tentara mempertontonkan kemahiran menari ala militer, yang serempak, dan begitu cepat, di depan para mahasiswa. Dunia begitu cerah.


Seingat saya almarhum Prof Mubyarto yang menyatakan bahwa Orde Baru itu sebenarnya bagus -namun ia memburuk ketika anak-anak PH mulai beranjak dewasa. Beberapa tahun kemudian membaca buku memoar LB Moerdani (yang ditulis Julius Pour wartawan Kompas). Ada suatu kejadian ketika pak Benny bermain bilyar dengan PH. Saking merasa dekatnya kemudian Benny memberi saran agar PH berhatihati dengan bisnis anaknya. Seketika pak Harto meninggalkan arena bilyar. Jendral Benny sendirian di ruangan, lalu merasa kariernya stop saat itu juga –sebagai dampak dari kritik yang ia berikan. Sejurus kemudian ia menelpun Soedomo.

Kurang lebih tanggapan pak Domo, “Benny kamu harus mengerti PH. Dia itu gak kepengin anak-anaknya menderita seperti dirinya dulu waktu kecil ……” Mungkin sosok PH yang demikian misterius dapat didekati dengan teori psikoanalisis ala Sigmund Freud. Masa lalu di era kanak kanak menjadi trauma, dan itu yang menjadikan beliau punya tekad kuat, untuk menjadi sosok yang kokoh bertahan selama 32 tahun.

Teori kedua mungkin dari Karl Popper mengenai styles of thinking. Popper membagi manusia menjadi 4 (empat) tipikal pemikiran. Keempatnya adalah (i)Idealis, (ii)Empirisis, (iii)Eksistensialis, dan (iv)Rasional. Dari keempatnya dapat dibuat matriks dengan keterbalikan pada “Rasional vs Eksistensialis”, dan satunya “Idealis vs Empirisis”. Di mana kuadran pak Harto? Rumit. Pernah suatu saat beliau ditanya, dimanakah posisi dia saat terjadinya pemberontakan 30 September –yang oleh Bung Karno disebut “Gestok”. PH menjawab: Saya berada di pertemuan dua buah sungai. (Artinya PH seorang eksistensialis).

Tapi pada kesempatan lain PH memamerkan kemampuan menghitung atau perkalian matematika secara cepat. Hal itu sering ditunjukkan saat dialog dengan warga –biasanya pada suatu peringatan hari nasional- yang ditayangkan TvRI. Artinya beliau seorang rasional.
Lalu apakah pak Harto seorang idealis ? Debatable dalam hal ini. Tapi kalau melihat pendekatan beliau yang mengutamakan keamanan (yang disimbolkan dengan pepatah “tata tentrem kerta raharja”, yang kurang lebih artinya tenteram lebih diandalkan daripada “raharja” atau kesejahteraan), kemudian multi partai dilebur menjadi hanya 3 (partai) partai, artinya beliau pragmatis.

Kemudian perspektif “alon alon waton kelakon” yang diutamakan, daripada “kebat kliwat”. Pernah suatu saat ada pemuda disabilitas dari luar Jawa yang mendatangi istana presiden dan sempat berdialog. Pemuda itu nanya ke PH apa arti Alon alon Waton Kelakon. PH menyatakan bahwa yang diutamakan adalah kelakon-nya, atau hasil akhir. Bukan pelan-nya (atau alon alon nya).


Lalu 3 Aja (dibaca “ojo”) yang sangat terkenal dari PH, yaitu “ojo kagetan, ojo gumunan, lan ojo dumeh”. Jangan mudah kaget, jangan mudah kagum, dan jangan mentang-mentang. Ketiganya cenderung untuk defensive. PH jelas mengandalkan persahabatan masa lalu, jadi dia ada aura empirisis juga. Jadi kalau disimpulkan kuadran perspektif PH adalah eksistensialis-rasional-empiris. Terkait 3 Ojo ini ada guyonan dari Dr Hartoyo Wignyowiyoto (Almarhum). Bahwa mestinya jangan cuma "3 aja" tapi "4 aja". Bagian AJA atau “ojo” yang terakhir adalah “ojo kondho kondho nek nyolong”.

Dus, manusia sekompleks beliau mungkin hanya bu Tien yang mampu memahami. Konon sebelum bu Tien meninggal (tahun 1996) beliau memberi tahu ke bu Mien Sugandi akan mimpinya. Mimpi kalau PH sebaiknya jangan dipilih lagi jadi Presiden. Pak Sudomo di atas juga mungkin pihak yang bisa memahami sepak terjang bisnis keluarga PH.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun