Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BJ Habibie sebagai The Last Man Standing

15 September 2019   13:56 Diperbarui: 16 September 2019   10:49 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Presiden ke-3 Republik Indonesia Prof Dr Ing Haji Bacharudin Jusuf Habibie tutup usia pada umur 83 tahun di hari Rabu, 11 September 2019 (Kamis Kliwon, 12 Muharam 1441 H).  Meski sudah 3 (tiga) hari berlalu sejak pak Rudi --demikian BJ Habibie biasa disapa- dimakamkan di TMP Kalibata, tetapi berita tentang sosok beliau masih berseliweran di status-status facebook pun twitter. Hal itu menggambarkan kebesaran beliau sebagai seorang influencer. Banyak quotation beliau yang menginspirasi itu diulang ulang oleh para fansnya, melukiskan kerinduan akan sosok karismatik. Bahkan bagi seorang milenial, mereka-mereka yang belum lahir pada saat pak Habibie jadi presiden tahun 1998 itu.

Secara umum,  sosok Habibie merupakan figur yang cocok untuk menggambarkan roller coaster-nya kehidupan. Masa masa yang susah ketika menjadi anak yatim piatu, kemudian masa puncak karier ketika menemukan teori Crack, menanjak karier politik di era Orde Baru, masa jatuh ketika orde reformasi, masa menapak lagi karier ketika orde pasca reformasi, lalu semakin turun emosi dan eksistensi beliau ketika istri meninggal, dan setapak demi setapak menaik proyek pesawatnya di era Jokowi. Lalu kemarin meninggal -insyaalloh dalam keadaan husnul khatimah.

Dua Sisi Habibie

Pak Habibie juga merupakan manusia yang bisa berdiri di 2 (dua) sisi: dipuji dan dicaci (maki) pada saat yang sama. Jadi inget film The Last man Standing-nya Bruce Willis, yang doi berdiri pada 2 (dua) sisi, lawan pun kawan.  Dipuji sebagai generasi tercerdas Indonesia --bahkan dunia, tetapi dicaci maki karena masih warisan Orde Baru, namun dipuji mampu mengawal reformasi. Beliau dihina karena seperti "brutus" yang menggantikan gurunya (yaitu pak Harto), tapi dipuji mampu mengatasi kritis ekonomi, sebaliknya dihina karena konsep habibienomics yang keluar dari teori. Lalu dipuji sangat demokratis kepemimpinannya (karena membebaskan pers), dihina kurang nasionalis (karena membebaskan para tapol), dipuji masyarakat Timor Leste (karena inisiatifnya mengadakan referendum), dihina pemimpin Singapura (karena mengatakan "the red little dot"), dipuji karena mampu mendatangkan kapal laut bekas Jerman TImur dengan harga murah, namun dicaci karena pembreidelan Tempo yang mengamati peran Habibie dalam pembelian tersebut, dan lain sebagainya.

Pernah suatu saat ada diskusi di UC ugm, yang menyelenggarakan ialah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mungkin tahun 1999. Pembicaranya Dr Hartojo Wignjowijoto (baca: Hartoyo Wignyowiyoto), dan moderatornya dosen UGM doktor Arief Ramelan Karseno. Keduanya sudah almarhum. Pak Hartojo memberikan anekdot soal presiden Indonesia yang semuanya "gila". Presiden pertama gila wanita. Presiden kedua gila harta. Presiden ketiga gila ...beneran. Alas an untuk disebut gila beneran bisa beragam. Presiden ke-3, pak Habibie, memang jenaka polah tingkahnya. Kalau berbicara maka gesture wajah dan kepalanya berguncang  semua, dan sering tertawa sendiri (sambil lidahnya seakan bergoyang). Itu semua mengindikasikan semangat beliau dalam menyampaikan ide-idenya.

Tulisan ini lebih membahas sisi unik dari Presiden ketiga kita tersebut, terutama sisi jenakanya (semula artikel kompasiana ini kami persiapkan dengan judul "Jenakanya Presiden ke-3"). 

Sosok Pribadi sang Rudi Habibie.

Just like the saying goes, layaknya ungkapan "tiada gading yang tak retak". Pepatah petitih tersebut cocok untuk pribadi Prof Dr Ing Baharudin Jusuf Habibie. Ada plusnya ada minusnya. Tentunya lebih banyak manfaat yang beliau sumbangkan ke negara, dan agama. Pertama sumbangan ke agama dulu. Pernah suatu saat wawancara TV dan beliau mengatakan kalau SMAnya Katolik. Namun dengan tertawa tawa beliau ceritakan utk pelajaran agama (atau sejarah katolik) nilai yang beliau dapat lebih tinggi daripada teman2nya yang nasrani. Kemudian beliau adalah ketua pertama ICMI. Lembaga yg didirikan presiden saat itu karena sepertinya pak Harto merasa kaum Islam menjauh dari cendana. Seingat saya pak Amien Rais dulu yang memplesetkannya menjadi i-khtiar c-endana m-emanipulasi i-slam #ICMI. 

Di era orde baru dulu paling tabu untuk mengkritik Presiden saat itu. Karena nyawa taruhannya hehehe (katanya lho). Maka yang paling bisa dilakukan masyarakat umum adalah mencandai pembantu-pembantu presiden alias para menterinya. Dari mulai Harmoko yang HARihari OMOng KOsong, kemudian Akbar Tanjung yang AKhirnya buBAR TANpa uJUNG, dan Yogie SM menjadi Yogie S-alah M-elulu. Pak Habibie juga pernah menjadi sasaran.

Dulu majalah Senang (majalah yang tutup tahun 1990-an, terbitan gramedia juga) membuat rubrik "Kalau saya ...." yang isinya parodi tokoh tokoh. Pak Habibie pernah masuk jadi sayembara: Kalau Saya BJ Habibie. Ada sekitar 10 pemenang, dua diantaranya menyebut "Sukanya pamer mainan anak di meja" karena biasanya pak Habibie kalau rapat, di mejanya dipamerkan jajaran miniatur pesawat -yang jumlahnya bisa jadi puluhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun