Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kunci Sukses Arswendo: Ganti Nama

21 Juli 2019   02:56 Diperbarui: 26 Juli 2019   13:28 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arswendo Atmowiloto | Diambil dari KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo

Ibunya si Sapi'i ini bingung, kok sapi mereka bisa bunting. Dasar orang desa, yang jadi tertuduh malah Sapi'i, dikira pemuda ini yang mengawini sapinya.

Sang ibu menangis gero gero (luluh lantak) membayangkan ulah sang anak. Lalu datanglah PPL atau petugas penyuluh lapangan yang menerangkan persoalan ini.

Plesetan semacam itu menjadi puncaknya pada tahun 1990 dengan adanya kuis pembaca Monitor, terkait siapa yang diidolakan rakyat Indonesia. Maksud saya puncak plesetan adalah ....kepleset beneran. 

Hasil angket atau kuis, Presiden Soeharto menjadi pilihan pembaca nomor 1 (satu), seingat saya ada prof. Habibie juga di 5 (lima) besar, kemudian panglima TNI Try Soetrisno juga ada. Dan bahkan Arswendo masuk sepuluh besar. Sensitivitasnya pooling pembaca tersebut adalah menempatkan Nabi Muhammad di nomor 11 (sebelas).

Sontak, maraklah aksi demo menuntut pembubaran Monitor. Walaupun ada versi lain menyebutkan, sebenarnya Arswendo tidak mau untuk menampilkan hasil angket ini. Namun nasi telah menjadi bubur. Alhasil, Arswendo masuk penjara.

Apesnya, majalah Senang juga dituntut bubar karena memuat karikatur Nabi Muhammad yang memakai jubah, walaupun sebenarnya wajahnya sudah disamarkan.

Waktu itu ada rubrik di Senang yang membahas perihal klenik --kalau tidak salah kolom "mBah Dukun" apa ya, dan seingat saya diasuh oleh kakak Arswendo yaitu pak Satmowi Atmowiloto.

Ada pembaca yang menanyakan, apa arti mimpi bertemu Rasulullah. Kemudian digambarlah karikatur yang melukiskan perjumpaan pembaca dengan Nabi. Majalah Senang turut membubarkan diri --sepertinya pada tahun yang sama.

Itulah kehidupan. Ibarat kata Arswendo ini punya tangan dingin. Setelah ikut membesarkan majalah Hai, kemudian tangan dinginnya menghidupkan kembali tabloid Monitor, menyukseskan majalah Senang, akhirnya tersandung kasus semacam penistaan agama. 

Terkenalnya Arswendo sampai dia dipilih menjadi juri Festival Film Indonesia atau FFI (mungkin era 80-an akhir). Lalu dimuat di majalah yang dia besarkan juga, yaitu majalah Senang di atas, menjadi juri yang "terbatik" (atau: ter-batik). 

Ceritanya saat itu diantara jajaran juri FFI, hanya dia yang tidak berjas, hanya berpakaian batik. Lalu sepertinya ada staf yang mengantar jasnya, dan momen dia memakai jas dengan batik di tengah acara (sambil tersenyum), tidak luput dari bidikan kameramen majalah Senang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun