Mohon tunggu...
Yuniandono Achmad
Yuniandono Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Dreams dan Dare (to) Die

Cita-cita dan harapan, itu yang membuat hidup sampai saat ini

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

PSSI dan Bantuan Tuhan #AFF-U22

27 Februari 2019   11:28 Diperbarui: 28 Februari 2019   11:19 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                   KITA sebagai bangsa besar sudah terlanjur menyatakan Pancasila sebagai dasar negara. Sekedar reminder saja Pancasila dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. Pada sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, dus sikap percaya kepada takdir Tuhan mau tidak mau harus kita sandarkan pada setiap momen peristiwa. Itu karena -lagilagi- terlanjur menyatakan Pancasila sebagai dasar negara.

Coba disimak, pada butir pertama sila pertama dinyatakan "Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa." Kata percaya disini berarti iman. Terdapat 6 (enam) rukun iman, dan nomor pamungkasnya adalah "Takdir".

Kaitannya dengan kemenangan timnas PSSI U-22 dalam ajang Asean Football Federation atau AFF (timnas berhasil menjuarai Piala AFF U-22 2019 setelah berhasil mengalahkan Thailand dengan skor 2-1 pada pertandingan final di Stadion Nasional, Phnom Penh, Kamboja, hari Selasa Pahing tanggal 26/2/2019) itu pasti akibat takdir  Tuhan. Karena kita masyarakat Pancasilais maka tanpa uluran tangan Tuhan, sebuah hil yang mustahal  (pinjam istilah almarhum pelawak Asmuni) kalau PSSI bisa juara. Artinya PSSI jelas dibantu oleh uluran tangan Tuhan sehingga menjadi campione.

Kita mulai dari probabilitas kecilnya peluang PSSI jadi juara. Logika ketidakmungkinan PSSI juara adalah sebagai berikut:

  • Ada kekisruhan di tubuh PSSI saat ini, yang membuat kepengurusan PSSI tanpa ketua umum. Kalau dianalogikan barangkali mirip saat timnas Italia juara piala dunia 2006, ketika itu ada skandal pengaturan skor yang mengguncang liga mereka.
  • Timnas tidak dibebani target juara oleh PSSI. Karena hasil ujicoba yang kurang bagus. PSSI U22 masa persiapan juga terbilang singkat. Timnas U-22 hanya melakoni 3 (tiga) laga uji coba. Itu pun melawan tiga tim dari Liga 1 yang hasilnya imbang pada masing-masing pertandingan.
  • Sewaktu pertandingan terakhir di grup, PSSI melawan tuan rumah Kamboja. Kamboja memiliki poin penuh (nilai 6 (enam) dari dua kemenangan) setelah mengalahkan Malaysia 1-0 dan mengalahkan Myanmar 2-0. Timnas nilainya 2 (dua) dari dua kali seri. Tapi siapa yang menduga, Kamboja malah memainkan tim lapis keduanya saat melawan PSSI. Logis sih, karena mereka sudah pasti juara grup, dan menyimpan tenaga untuk semi-final. Karena melawan tim pelapis, Indonesia bisa menang 2-0. 
  • PSSI menjadi runner up grup, mau tidak mau ketemu ketemu pemuncak grup sebelah yaitu Vietnam. Tim Vietnam dua tahun ini sedang moncer-moncernya di tingkat Asia. Tahun lalu saat AG 2018 di Jakarta-Palembang, mereka peringkat empat. Lalu sebulan yang lalu, piala Asia di UEA, mereka masuk perempat final. Dan pada putaran final piala Asia U23 (kalau tidak salah tahun 2018) menjadi runner up, kalah melawan Uzbeskistan. Kurang moncer apa coba VIE itu. Tapi memang seringnya Vietnam ini kepentok ama Indonesia. PSSI zaman pemain Boaz sama Ilham Jayakesuma pernah mengalahkan tuan rumah Vietnam 3-0 tahun 2004. Yang relatif paling kekinian ya saat semifinal AFF tahun 2016 saat PSSI mengalahkan tuan rumah VIE dengan 2-1. 
  • Saat melawan Vietnam di partai semi-final, pelatih Vietnam sendiri bilang bahwa Indonesia lebih beruntung. Katanya media Indonesia kurang lebih: ....pelatih Vietnam, Nguyen Quoc Tuan, tak menganggap timnya kalah kelas dari Indonesia. Nguyen menganggap Indonesia sebenarnya meraih kemenangan lantaran diliputi keberuntunga. "Gol timnas U-22 Indonesia tercipta karena beruntung," kata Nguyen, kutip BolaSport.com dari Fox Sports Asia.
  • Pertandingan semi-final antara Thailand melawan tuan rumah Kamboja diselesaikan melalui adu penalty. Artinya stamina mereka jelas sudah terkuras untuk melakoni pertandingan dua hari sesudahnya. Hla kok ndilalah, Kamboja di partai perebutan juara 3 juga kalah melawan Vietnam 0-1. Senasib dengan Thailand yang kalah saat perebutan juara 1 (satu). Padahal selama penyisihan, tim Thailand gawangnya sempurna alias tidak kebobolan babar blas.
  • Pada saat pertandingan final, sebenarnya ada kejadian handsball dilakukan pemain Indonesia di depan gawang kita. Artinya mestinya Thailand dapat penalti. Untungnya, wasit tidak lihat. Bahkan saat semi-final, gol tunggal PSSI (Muh Luthfi kamal) dari tendangan langsung juga sempat menyentuh tangan pemain Vietnam.
  • Gol pertama Indonesia -dicetak Sani Risky- jelas keberuntungan. Sempat menyentuh pemain Thailand naturalisasi Italia bernama Marco Bellini, yang tingginya 198 cm. Coba kalau bola tersebut menyenggol pemain "pribumi" Thailand yang jauh lebih pendek, mungkin tidak sekencang itu mantulnya. Kalau gol kedua dari Osvaldo Haay boleh lah dikatakan dari sebuah perencanaan yang matang dan skill individu yang mumpuni.
  • Ketika pemain Indonesia dikartu merah, maka pemain kita tinggal 10 orang. Tambah satu lagi yang cedera ditengah lapangan, jadinya timnas PSSI hanya bermain dengan 9 (sembilan) orang. Sembilan pemain Indonesia melawan kesebelasan Thailand. Untung tidak ada gol yang terjadi sehingga kita tetap unggul 2-1

Bantuan Tuhan tersebut jelas tidak mutlak semena mena, namun secara halus. Ia sangat mekanis dan pelan. Yakin, bahwa Tuhan sayang sama (persepakbolaan) republik kita. Seperti dulu Tantowi/ Lilyana menjadi juara Olimpiade 2016 karena lawannya semi-final (peringkat satu dunia, yaitu Zhang Nan/ Zhao Yunlei) sedang berantem karena persoalan asmara. Tuhan membuat mereka berantem.

Ditambah lawannya di final adalah ganda Malaysia yang jauh lebih mudah dikalahkan, daripada menghadapi peringkat nomor dua dunia dari Tiongkok juga, yaitu Xu Chen/ Ma Jin (gugur di semi-final).

Namun apakah mutlak keberuntungan? Mengutip pernyataan prof Boediono (dulu masih Dr Boediono, deputi gubernur Bank Indonesia era orde baru, saat Gubernurnya pak Sudradjat), kalau saya analogkan adalah terjadinya "Good policy, good will, and good luck" (pak Boediono memakai terminologi tersebut untuk menggambarkan krisis moneter 1998). Kasus PSSI ini bahkan good policy (kebijakan yang baik) tidak berlangsung karena tanpa kepengurusan PSSI. 

Kalau good will (niat baik) sangat terlihat dari integritas seorang coach Indra Syafri yang mengulangi prestasi pada tahun 2013 menjadikan timnas juara yunior asia tenggara. Perihal good will juga terlihat dengan makin dewasanya seorang Marinus Maryanto Wanewar (yang pernah dipulangkan) karena kasus tahun 2017 saat Sea Games di Malaysia. Good will ....membawa (good) luck. Layaknya hadist nabi (atau QS ya) Innama a'malu biniyat ...maksud saya "Segala sesuatu berawal dari niatnya". Insyaalloh niat bermain bola di ajang AFF U22 ini dalam rangka kebaikan. 

Performa Marinus membaik dari partai pertama (saat melawan Malaysia, karena saat PSSI versus Myanmar si Wanemar tidak diturunkan) dan puncaknya ketika final. Saat partai final si Marinus tidak meladeni provokasi fisik dari pemain Thailand kepada dirinya.

Anyway selamat timnas Garuda Muda,hanya menunggu 6 (enam) tahun Indonesia juara yunior tingkat Asia Tenggara. Bandingkan dengan timnas senior, entah sampai kapan emas Sea Games 1991 bisa terulang kembali. Sudah 28 tahun menunggu ... 

sumber gambar: https://bola.kompas.com/read/2019/02/27/06145968/juara-piala-aff-u-22-4-pertanyaan-untuk-marinus-sang-top-scorer               

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun