Mohon tunggu...
Yuni Akbar
Yuni Akbar Mohon Tunggu... Guru - English Lecturer

Yuni Akbar adalah pemerhati dialektika bahasa dalam ranah logika sosial, psikologi dan pendidikan. Penggiat Gerakan Literasi. Dan sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Maaf yang Lama Tertunda

28 Maret 2023   12:25 Diperbarui: 28 Maret 2023   12:32 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lha aku terus piye? Kamu ndak ngalami soalnya," suaranya hampir tak terdengar.

"Kan aku tadi sudah minta maaf. Tapi, justru karena aku ndak mengalami aku bisa memandang lebih netral. Lha nek aku mengalami malah nanti tak suruh mukuli...ha...ha...ha..!" aku berusaha mencairkan suasana, tapi kayaknya gagal.

"Maafkan saja., Mbak. Maafkan semuanya. Bukan untuk keenakan mereka, tapi untuk kebersihan hati panjenengan. Biar ringan. Ingat ajal wae lah. Besok kita mati, insyaAllah mati dengan husnul khotimah. Lha bagaimana bisa husnul khotimah kalau hati tidak mampu memaafkan. Lagian sudah 20 tahun, Mbak. Mau sampai kapan?"  Aku memandanginya yang sesekali membuang napas, sesekali membuang pandang, jauh.

"Mbak, tolong doa ini diapalin ya, terus ucapkan kapan saja, ya" Lalu aku ajarkan satu doa sederhana sekalian artinya. Allahumma inni as-aluka nafsan bika muthma-innah, tu'minu biliqo-ika wa tardho bi qodho-ika wataqna'u bi 'atho-ika. Ya Allah, aku memohon kepadaMu jiwa yang merasa tenang kepadaMu, yang yakin akan bertemu denganMu, yang ridho dengan ketetapanMu, dan yang merasa cukup dengan pemberianMu.

               Aku tahu tidak mudah menerima saran. Tanda keras hati salah satunya sulit memaafkan. Padahal diakhir nanti yang akan menghadap Allah adalah orang-orang yang memiliki hati bersih.Tapi hanya itu yang bisa aku lakukan. Mungkin dia sakit hati sama saranku saat itu, tapi aku yakin dia orang baik. Mungkin dia hanya butuh booster untuk menguatkan kebaikannya.

           Dalam kondisi Mbak Tik, aku bisa sangat memahami. Peristiwa kalung mungkin hanya pemicu saja dari menggunungnya masalah-masalah lain sebelumnya. Kemarahan yang tadinya sudah menyala bertambah subur dengan perilaku tidak adil yang lain dalam pernafkahan, perhatian, kasih sayang, dll. Aku bisa memahami bagaimana perasaan begitu banyak wanita lain yang mengalami hal yang sama. Poligami  diijinkan, tapi sudah diperingatkan bahwa tidak akan ada lelaki yang bisa adil sehingga satu istri saja lebih baik. 'Nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi, 1, 2,3 atau 4. Tapi jika kamu tidak bisa berlaku adil, pilih satu saja.' (QS. An Nisa: 3) dikuatkan lagi di ayat 129 dikatakan ' ... sekali-kali kamu tidak dapat berlaku adil.' Poligami menjadi buruk tentu karena pelakunya. Bukan ayatnya. Kalau salah mempraktekannya, pasti banyak korban. Tidak hanya harta tapi juga hati, keturunan keluarga dan seterusnya. 

              Pada waktu-waktu berikutnya aku tidak bisa datang ke rumahnya karena tahun ajaran 2017 ada peraturan baru sekolah lima hari. Sebetulnya pas hari Sabtu aku ada waktu tapi jarak rumahku dan rumahnya lebih 20 kilo. Berat di jalan.

              Setahun kemudian ketika aku sempatkan berkunjung, hatiku sangat gembira melihat wajah dan senyumnya yang cerah.  Aku dipersilahkannya duduk dan dihidangkan cemilan-cemilan. "Aku dah dapat guru ngaji," kabarnya, "Ustadz mushola kampung mau ngajari ibu-ibu. Tiap bulan bayar limapuluh ribu," lanjutnya.

"Alhamdulillah. Berarti ngajine wis lancar saiki?"

"Ya, belumlah. Wis tuwo, susah belajarnya," jawabnya.

"Bisa, bisa. Aku juga belajarnya dah tua dulu," kataku menyemangati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun