Mohon tunggu...
Yunia Kusminarsih
Yunia Kusminarsih Mohon Tunggu... Guru - Guru di Sekola Menengah dan Dosen di Perguruan Tinggi Swasta

Dengan menulis kita abadi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenangan Bersama Guru Idola

27 November 2020   00:10 Diperbarui: 27 November 2020   00:29 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lantas aku melanjutkan kehidupanku di ibu kota. Aku melamar kerja ke salah satu perusahaan  Amerika, dan aku diterima sebagai "traineer manageer", namun tidak lama , karena keinginanku menjadi guru masih kuat.

Suatu ketika ada informasi kalau ada salah satu sekolah Indonesia di Luar negeri (BGK)  membutuhkan guru. Aku melamarnya dan diterima. Surat kontrak dibuat, selama 4 tahun.  

Rasa syukur yang tiada tara  keinginan menjadi guru terwujud sudah. Aku mengajar anak-anak pejabat  Indonesia yang sedang bertugas di luar negeri bukan hal yang mudah. 

Mengajar mereka dibutuhkan kekuatan mental dan rasa percaya diri serta keberanian. Apalagi jauh dari keluarga betul-betul dubutuhkan jiwa mandiri. Aku mengajar kelas SD -SMA. Mereka sangat menikmati belajar   bersamaku.  itulah pengalamanku mengajar pertama di luar negeri.

Namun sebelum masa kontrakku berakhir aku menikah dengan salah satu diplomat Indonesia yang sedang bertugas di negara tersebut. Sehingga untuk sementara profesi guruku kutinggalkan. Aku fokus mengurus keluarga.

Panggilan jiwa mengajar tidak menyurutkan aku berhenti mengajar. Aku belajar lagi untuk memenuhi syarat boleh mengajar. Saat itu ada peraturan baru, bagi yang lulusan S1 umum (bukan dari keguruan) harus memiliki ijazah  Akta IV. Maka dari itu aku mengambil sekolah Akta IV  di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005).

Namun setelah lulus aku tidak langsung mengajar. "Iming-iming"  dunia membelokkan aku untuk mencoba pekerjaan yang lain. Namun hanya 2 tahun, karena aku merasa tidak nyaman dengan pekerjaan tersebut ditambah lagi ayahku menyurunku kembali ke profesi semula. 

 Maka Aku melanjutkan profesiku kembali (2007).  Aku diterima mengajar di salah satu Pondok Pesantren di wilayah Depok (Al Nahdlah). Yang saat itu baru berjalan pembelajaran  satu tahun.

Saat itulah kehidupan yang kujalani berbeda dengan sebelumnya yang kental dengan kegiatan keagamaan. Aku dipertemukan dengan guru-guru hebat , santriwan dan santriwati yang insyaallah sholih dan sholihat,  yang  tawadhu' kepada  guru. Mungkin ini karena do'a dan ridho dari guru-guruku sebagai orang tua setelah orang tua kandungku.

Dari sinilah aku mulai ada tawaran mengajar di PTS yang berbasis Pondok pesantren. Aku bertemu dengan dosen-dosen yang secara tidak langsung memotivasi aku belajar agama  lebih dalam lagi. 

Aku memaknainya itulah pesan-Nya yang harus aku jalani. Aku harus syukuri itu. Dekat dengan orang-orang sholih dan sholihat  agar ikut menjadi sholih atau sholihat. Karena untuk melihat siapa kita lihatlah orang-orang di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun