Mohon tunggu...
Yuni Palupi
Yuni Palupi Mohon Tunggu... -

Seorang penikmat bacaan tentang perjalanan ke negeri asing dan selalu ingin menjelajahi tempat-tempat baru di penjuru dunia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Fly me to Nepal (3)

26 Oktober 2012   19:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:21 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai rencana, kami dijemput oleh mobil milik hotel Summit tempat kami akan bermalam selama kurang lebih 10  hari di Nepal. Hotel  tersebut terletak di kota Lalitpur sedangkan Tribhuvan International airport berada di Kota Kathmandu, tidak jauh dari Pasupatinath Temple yang terkenal itu.

Kota Kathmandu dan Lalitpur mengingatkan saya akan kota-kota di Indonesia 20 tahun yang lalu. Di kathmandu, tidak terasa sama sekali bagi kami kemegahan suasana sebuah ibu kota negara. Beberapa ruas jalan yang sedang dibangun atau direnovasi menyebabkan suasana kota menjadi berdebu. Sayangnya, mobil hotel ini juga tidak menghidupkan AC. Belakangan kami tahu, harga bensin yang super tinggi (saat itu sekitar Rp 13,000 per liter) dan bahkan sedang direncanakan oleh pemerintah untuk menjadi lebih mahal lagi membuat setiap pemilik mobil harus pandai-pandai menghemat pemakaian BBM. Selama ini Nepal memang tidak memproduksi BBM sendiri, mereka selalu mengimpor dari India. Untungnya cuaca cukup bersahabat sehingga kami tidak begitu terganggu dengan ketiadaan AC tersebut.

Papan-papan iklan yang bertebaran di sepanjang jalan serta nama-nama gedung ditulis dalam Bahasa Nepal dan Inggris. Ruas jalan hanya bisa dilalui oleh 2 kendaraan di setiap jalur yang sama. Semakin lama jalan yang kami lewati semakin lama sempit dan mendaki. Mestinya jalan itu hanya untuk satu mobil dan satu jalur saja tapi ternyata dari arah yang berlawanan juga banyak mobil. Kondisi ini makin diperparah dengan adanya satu mobil yang sedang parkir. Akibatnya jalan imut itu menjadi macet dan riuh karena tidak ada satu pun yang mau mengalah. Butuh waktu 15 menit untuk mengurai kemacetan itu sebelum akhirnya kami tiba di hotel.

Di parkiran hotel ada banyak mobil dengan logo badan PBB serta LSM Internasional. Sepertinya hotel ini merupakan salah satu hotel langganan lembaga kemanusiaan termasuk kantor regional kami di sana.  Ingin sekali rasanya menyapa salah seorang dari mereka dan berkata,” eh, aku dulu juga kerja di PBB loohh” :D

Teman-teman dari Kyrgiztan, India dan Bangladesh sudah terlebih dahulu tiba. Memang hanya kami yang terikat dengan jadwal pesawat karena saat itu Air Asia hanya membuka dua kali penerbangan dalam seminggu sementara negara-negara di sekitar Nepal bisa punya jadwal penerbangan lebih dari dua dalam satu hari.

Suasana hotel yang asri dengan taman hijau serta pepohonan besar menjadi semacam oase bagi siapa saja yang baru melewati jalan-jalan kota yang panas dan berdebu. Walaupun perbedaan waktu antara Nepal dan Bali cuma 3 jam-an saja, tapi saya sempat mengalami jetlag juga pada malam pertama. Rada seram, dari dalam kamar saya bisa mendengar suara daun yang dihembus angin dan kicauan burung yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Pagi-pagi saya dikasih tahu Rajis bahwa itu adalah suara burung Gagak? Wah! Seumur-umur baru kali ini saya dengar dan melihat burung Gagak dari dekat. Banyak pula! Si burung-burung Gagak itu dengan bebas beterbangan dan hinggap di pohon-pohon di taman hotel. Waktu sedang makan siang, saya, Rajis dan Ayu duduk di teras restoran hotel dengan pemandangan kota Lalitpur di bawah sana. Kata Rajis, mungkin salah satu sebab kenapa bisa banyak burung Gagak di sekitar kota adalah karena banyak mayat yang dibakar dan dilarung abunya ke sungai. Memang kami sempat melihat sekumpulan burung Gagak seperti sedang mengitari sesuatu nun jauh di bawah sana.

Seperti membuktikan krisis BBM yang sedang melanda negeri, hotel kami sempat mengalami beberapa kali mati lampu. Sialnya, hotel juga tidak punya fasilitas genset yang memadai. Di setiap kamar disediakan lilin, korek api dan senter untuk berjaga-jaga kalau mati lampu. Rencana kami untuk jalan-jalan juga terganggu karena isu mogok masal nasional menentang rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM yang on-off. Dari yang rencananya mogok masal hari Sabtu tapi terus ditunda, lalu direncanain lagi hari Rabu minggu depannya. Dari yang  katanya sampai jam dua tapi taunya cuma sampai jam 10 aja. Waktu kami pergi belanja dan makan malam di daerah Thamel, sepanjang jalanjuga gelap sekali seperti satu kota sedang mati lampu total. Begitu juga waktu kami dalam perjalanan kembali ke hotel dari Nagarkot.

#to be continued#

/'

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun