Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jejak Rasa (bagian 1)

5 Juni 2020   09:52 Diperbarui: 5 Juni 2020   09:51 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Di Jepang sesudah menikah, semua urusan rumah dan anak-anak menjadi tanggung jawab seorang istri. Suami hanya bertugas mencari uang untuk mereka.  Bahkan aku tidak bisa ikut memilih sekolah untuk anak-anakku," keluhnya dengan senyum dipaksakan sewaktu tak sengaja beradu pandang dengan Larasati. Lalu dia melanjutkan lagi,  "Keluarganya juga selalu ikut campur  dan menjadi sangat dominan mengatur kehidupan keluarga kami.   Aku tidak boleh membawa istri dan anak-anakku untuk tinggal menetap di  New  Zealand."

"Bagaimana hubunganmu dengan anak-anak setelah perceraian?" Larasati mencoba menyelami seberapa baik lelaki itu.

"Aku masih tinggal di Jepang sampai dua tahun setelah bercerai hanya agar bisa melihat anak-anakku. Aku mengirimi uang dan hadiah setiap bulan tetapi tidak pernah ada ucapan terima kasih dari mereka. Mantan istriku sengaja memutuskan hubunganku dengan anak-anak. Dia bahkan menghapus nama keluargaku dan memberikan nama keluarganya di belakang nama mereka. "Matanya menggambarkan kekecewaannya yang dalam sampai-sampai Larasati tak lagi berani bertanya. Membiarkan pemandangan di luar mobil menjadi pengalih perhatiannya.

"Tidak ada lagi gunanya aku tinggal di negeri itu lebih lama, Aku melamar pekerjaan di kapal agar bisa melupakan mereka. Pekerjaan yang menyita seluruh waktuku. "

"Sebuah pelarian ?" Larasati menyindirnya.

Daniel tersenyum tanpa pembelaan lalu matanya mencoba menghadirkan bayangan lain yang lebih indah. Dia lantas menceritakan pertemuannya dengan beberapa teman perempuan dari situs pertemanan yang diikutinya.  Ada yang pernah menawan hatinya tetapi  menghindar  dan menjauh ketika didekati, bahkan ada yang menghilang.  Padahal mereka adalah juga perempuan bercerai. Perempuan  lain yang mendominasi  pembicaraan berikutnya adalah perempuan  muda dari Persia.

"Dia muslim tetapi tidak terlalu serius," dia membuka kisah pribadinya.  "Orangtuanya suka padaku juga. Kami  sama-sama suka travelling dan sudah sering travelling bersama ke Eropa."

Keriangan Daniel mengisahkan perempuan Persia itu  mengusik hatinya. Apakah pertanda bahwa peluangnya untuk memenangkan hati Daniel sudah benar-benar tertutup. Daniel tidak secara terang-terangan menjelaskan hubungan mereka sebagai sepasang kekasih. Karena itu  pula, ketika Daniel memberinya kartu pos berperangko agar bisa digunakan Larasati untuk berkorespondensi dengan teman-temannya di luar negeri, Larasati justru mengirimkan kartu pos itu kepada Daniel. 

Dia menuliskan bait-bait puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul " Aku Ingin"  di kartu pos itu dan meminta Daniel mengartikannya sendiri jika ingin memahami artinya.

Kartu pos mungkin akan sampai dua atau tiga minggu kemudian.  Terlalu lama untuk memberikan respon.  Begitu sampai  rumah,  Daniel segera mengirimkan pesan di inbox untuk memberitahukan kedatangannya. Dia memuji kemampuan bahasa Inggris Larasati yang sangat bagus sehingga mereka bisa berbicara tentang banyak hal. Satu hal yang akan selalu dirindukan adalah makanan Indonesia yang enak. Sama sekali tidak ada sentuhan emosi yang lebih  bersifat personal.

Selang seminggu kemudian, Larasati melihat foto  Daniel bersama seorang gadis cantik berambut pirang dipajang sebagai foto profil akun situs pertemanan  mereka. Keduanya berpelukan sambil tersenyum lebar  dengan latar belakang pemandangan di Norwegia. Rasa penasaran menggiringnya untuk mencari tahu status keduanya lewat facebook. Benar, memang Daniel mengganti statusnya menjadi in relationship dan banyak teman memberinya selamat kepadanya yang menyebut gadis itu sebagai "My Persian girl friend"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun