Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jejak Rasa (bagian 1)

5 Juni 2020   09:52 Diperbarui: 5 Juni 2020   09:51 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Larasati tidak ingin mengantarnya ke bandara.  Tidak mudah baginya melihat Daniel  menghilang bersama pesawat yang membawanya pergi tanpa tahu apakah mereka bisa bertemu kembali. Terlalu berlebihan mengharapkan lelaki itu kembali menemuinya meskipun Indonesia begitu luas untuk dijelajahi.

"Mungkin  tahun depan atau dua tahun lagi aku akan mengajakmu jalan-jalan ke pulau Komodo," Daniel menyampaikan keinginannya  setelah kembali ke hotel usai mereka makan malam di  Jogja Paradise Food Court.   

Untuk pertama kalinya pula Larasati menangisi seorang laki-laki. Kenapa  air mata itu tumpah untuk Daniel , dia pun tak tahu.  Sesampainya di rumah dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil berurai air mata. Tidak rela melepaskan lelaki itu pergi dari hidupnya. Padahal hanya dua puluh delapan jam bersamanya.

Terlalu lama  sendiri membuatnya tidak rasional.  Ketika seorang lelaki membuatnya nyaman, rasanya seperti mendapatkan sesuatu yang sangat berharga yang sudah lama diimpikannya. Sayangnya benda berharga itu tak bisa dimilikinya saat ini. Dia ingin memilikinya tapi tidak tahu bagaimana caranya. Kelemahannya ini yang membuatnya tidak pernah terikat dengan lelaki manapun setelah hubungannya dengan Widi kandas. Tidak juga kunjung menikah hingga usia menjelang empat puluh.

"Akan lebih baik kalau kamu menemukan pasangan yang mempunyai hobi yang sama denganmu  supaya kalian bisa lebih sering melakukan kegiatan bersama," ujar Daniel dalam perjalanan menuju Borobudur. Larasati tidak menyanggahnya namun juga tidak sepenuhnya menyetujui. Terlalu sama dengan seseorang bisa jadi malah membosankan karena akan terlalu sering bersama. Tidak ada lagi ruang rindu di hatinya.

Namun  menjelang senja sehari sebelumnya, Daniel menawarkan pandangan yang berbeda. "Lebih baik sendiri dari pada menikah tetapi setiap hari bertengkar dengan pasangan kita.  Lebih menyenangkan hidup sendiri. Kita tidak akan kesepian karena kita selalu bisa menemukan teman-teman baru. Kita tidak pernah benar-benar sendiri."

Jangan-jangan sederetan kalimat itu hanya untuk menyenangkan hatinya sendiri. Boleh jadi juga untuk bersimpati pada Larasati yang masih saja sendiri tanpa pasangan. Kendati masih berharap suatu saat nanti dirinya bisa menemukan pasangan hidupnya, Larasati menghargai usaha Daniel untuk menentramkan hatinya.

Menonton Ramayana ballet  bersama Daniel di bawah siraman cahaya purnama di open theater Prambanan Temple menjadi kenangan terindahnya. Saat dia berharap bisa mengikuti jejak Maya, teman kuliahnya, yang akhirnya menikah dengan kenalannya dari Denmark  yang pernah ditemani menonton Ramayana ballet di Prambanan. 

Daniel begitu lembut dan baik di matanya saat itu. Meski kemudian berubah menjadi riang dan jenaka ketika keesokan paginya bertemu dengan Panji , adik sepupunya, yang ikut dalam  Merapi lava tour.  Panji yang tergila-gila pada segala sesuatu yang berbau Jepang  segera menjadi teman yang menyenangkan bagi Daniel. Mereka berbicara dalam bahasa Jepang dan bercanda bagai teman lama. 

Daniel telah delapan tahun tinggal di Jepang  bekerja sebagai guru bahasa Inggris meskipun berpendidikan master teknik geodesi. Dia  menikah dengan perempuan Jepang yang  memberinya  dua anak perempuan. Setelah enam tahun pernikahan mereka berakhir Kedua anak perempuannya  yang sekarang sudah menginjak remaja tinggal bersama Ibunya di Osaka.

Pertanyaan seputar kehidupan pribadi Daniel ditahankannya hingga hari terakhir mereka bersama. Saat Daniel menjadi terbuka tentang penyebab perceraian mereka. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan bisa terjadi pada pernikahan campuran antara dua bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun