Mohon tunggu...
yuni husen
yuni husen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Islam Anak usia Dini

percaya dan yakin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kapan Mulai Mengenalkan Identitas Gender pada Anak?

10 Oktober 2021   13:12 Diperbarui: 12 Oktober 2021   03:56 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua sedang mengenalkan identitas gender pada anak-anaknya. Sumber: Thinkstockphotos via Kompas.com

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang harapkan. Jika memiliki seorang anak laki-laki ,biasanya orangtua menginginkan anak laki-lakinya harus yang gagah, berani dan perkasa, sehingga ketika anak laki-laki tersebut ingin bermain permainan seperti masakan-masakan, main lompat-lompatan, main boneka-bonekaan dan lain-lain dan pastinya orangtuanya akan sangat marah, karena permainan tersebut diperuntukkan bagi perempuan.

Begitu pun sebaliknya anak perempuan dilarang bermain bola kaki, main perang-perangan, memanjat pohon dan lain sebagainya, alasannya karena permainan-permainan tersebut dapat mengubah citra anak perempuan yang lemah lembut. 

Ini merupakan hal yang salah dalam pola pengasuhan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman pada diri anak. Padahal segala jenis permainan itu dapat mengembangkan dan menumbuhkan potensi kecerdasan yang ada dalam diri setiap anak.

Selain dari itu, ada pula orangtua yang terlalu membiarkan anaknya bermain sesuai dengan keinginannya, walaupun permainan tersebut tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. 

Orangtua sebaiknya berlaku seimbang, apabila anak dibebaskan untuk bermain apa saja yang dinginkannya, maka hendaknya orangtua memberikan pengertian tentang pendidikan gender, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan yaitu anak laki-laki seperti anak perempuan dan sebaliknya anak perempuan seperti anak laki-laki.

Menanamkan pendidikan gender sejak dini pada anak bukan hanya melalui permainan saja, tetapi ada hal yang lebih penting dari itu, seperti mengenalkan gambaran orang dewasa dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki pekerjaan, sifat, atau penampilan yang tidak stereotip.

Anak-anak harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain yang berbeda jenis kelamin serta tidak boleh melakukan kekerasan pada teman jenis kelamin lain.

Seperti fenomena yang terjadi saat ini yaitu ketika seorang anak laki-laki dipukul, diejek, oleh teman yang lebih tua dan bobot badan yang lebih besar darinya, biasanya ia tidak menunjukkan bahwa dirinya merasa sedih dan malu, sebaliknya ia ingin tampak terlihat percaya diri, gagah dan berani, karena ketika ia pulang ke rumah dalam keadaan menangis maka orangtunya pasti langsung memarahinya dan menasihatinya  bahwa anak laki-laki itu jangan menangis dan  harus berani.

Padahal menangis merupakan ekspresi emosional yang sangat wajar dan sangat dibutuhkan oleh anak-anak agar mereka merasa lebih tenang. Hal ini menjadi beban bagi anak laki-laki yang selalu sembunyi dibalik topeng kemaskulinannya. 

Dan sebaliknya anak perempuan haruslah feminim, emosional dan manja, karena itu merupakan citra baku yang sulit diubah. Jika anak perempuan mengekspresikan keinginannya atau kebutuhannya maka dianggap menang sendiri, agresif serta emosional dan hal ini juga menjadi beban tersendiri bagi anak perempuan.

Fenomena yang terjadi di atas merupakan ketimpangan gender yang sangat merugikan kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan karena mereka tidak dapat mengekspresikan keinginan atau kebutuhan mereka dan hal ini juga dapat menghambat kreativitas anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun