Mohon tunggu...
Yuma Winata
Yuma Winata Mohon Tunggu... -

Small steps for a better world.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manajemen ala Jokowi, Bagai Menabur Benih akan Menuai Badai?

9 Februari 2015   05:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekilas judul diatas mungkin terdengar agak seram... serasa kembali ke Orde baru. Tapi kalau kita melihat rangkaian peristiwa yang terjadi maka hal itu mungkin terasa tidak berlebihan.
Presiden Jokowi sebelum terpilih dielu-elukan sebagai sosok yang sederhana, merakyat dan apa adanya. Tetapi mungkin sedikit yang benar-benar memahami pola manajemen yang beliau kembangkan dalam menjalankan pemerintahan.
Memilih menteri
Dalam memilih menteri beliau memunculkan harapan publik akan suatu pemerintahan yg bersih dengan  melibatkan KPK dan PPATK. Namun saat susunan kabinet resmi diumumkan mulai muncul benih-benih kekecewaan dari bererapa kalangan. Dari publik ada kekecewaan karena Jokowi masih melakukan kompromi dan politik balas budi dengan hanya setengah dari anggota kabinet yang berasal dari kalangan profesional.
Sementara itu kekecewaan yang lebih berbahaya justru berasal dari kalangan internal partai pendukung Jokowi sendiri dengan banyaknya tokoh-tokoh mereka yang potensial justru tidak memperoleh tempat dalam pemerintahan.
Itu adalah benih angin pertama.
Kartu - kartu Sakti
Presiden Jokowi begitu dilantik langsung tancap gas. Kartu-kartu Sakti pun diluncurkan, KIS, KIP, dll. Begitu rumitnya nama kartu-kartu tersebut sehingga masyarakat susah mengingatnya. Mungkin karena itu pula sekarang sepertinya mulai dilupakan. Ya, karena kartu-kartu itu sebenarnya sudah ada sebelumnya dan hanya diganti namanya.
Tapi kekecewaan yang sebenarnya justru muncul dari kalangan pendukung SBY karena Jokowi dianggap kurang menghargai pemerintahan sebelumnya. Jokowi mengambil program-program mereka tapi mengakuinya sebagai idenya sendiri.
Harga BBM
Penaikan dan penurunan harga BBM tanpa pertimbangan yang matang. Penentuan harga BBM sesuai dengan mekanisme pasar dan menghapuskan subsidi premium. Sementara harga barang sudah melonjak duluan dan susah diharapkan turun lagi.
Pada sebagian terbesar kalangan pendukung Jokowi mulai muncul  kekecewaan karena Jokowi sepertinya tidak memikirkan masalah mereka dengan efek naiknya harga kebutuhan sehari-hari. Dan yang lebih menghawatirkan adalah bila nanti harga minyak dunia kembali naik maka kenaikan harga bbm ditanah air tidak akan terhindarkan. Sementara program antisipasi dari pemerintah tampaknya belum memadai. Masalah BBM bisa menjadi bom waktu apabila tidak dikelola dengan tepat.
Penunjukan Jaksa Agung
Jaksa agung sebagai harapan masyarakat untuk keputusan kehakiman tertinggi diambil dari Kalangan Partai? Bagaimana jaminan netralitas dalam penegakan hukum? Kekecewaan dikalangan aktivis hukum pun bermunculan.
Program penenggelaman kapal dan Eksekusi mati dan program-program pencitraan dari kementrian
Banyak program dari menteri-menteri Jokowi sebenarnya bagus. Penenggelaman kapal, eksekusi mati terpidana narkoba, misalnya. Tapi kurangnya koordinasi antar instansi, kurangnya sosialisasi dan komunikasi dengan negara tetangga, justru menyebabkan program tersebut rentan menimbulkan masalah-masalah baru. Hubungan bilateral dengan negara tetangga, aspek HAM dari pelaksanaan hukuman mati yang tidak dilihat secara individual per kasus justru memunculkan kekecewaan di kalangan aktivis HAM.
Pengajuan calon Kapolri
Dalam pengajuan calon kapolri sangat terlihat jelas adanya intervensi dari pihak pihak partai politik dibelakang Pak Jokowi. Bahkan hal ini kemudian sempat diakui Jokowi kepada tim 9, bahwa ide penunjukan calon kapolri tidak berasal dari Beliau sendiri.
Penunjukan calon pimpinan lembaga penegak hukum yang masih diragukan publik dalam penegakan hukum karena menyandang status tersangka menimbulkan keraguan sebagian kalangan akan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi.
Kisruh Polri KPK
Lambannya Jokowi dalam mengambil keputusan menyebabkan ketidakpastian yang berlarut-larut. Adanya saling perang opini dari kedua pihak justru memberikan kesan negatif terhadap kedua lembaga yang harusnya bersinergi dalam penegakan hukum tersebut.
Akibatnya pelan-pelan lembaga yang diharapkan sebagai yang terdepan dalam pemberantasan korupsi tersebut (terutama KPK) menjadi mati suri. Timbul kekhawatiran bahwa pemberantasan korupsi akan macet tanpa peran KPK. Bila itu terjadi akan menjadi indikator kegagalan pemerintahan Jokowi.
Keretakan dengan PDIP?
Ditengah kisruh Polri KPK muncul suara-suara kritikan keras dari tokoh-tokoh PDIP yang notabene merupakan pihak yang paling berjasa menghantarkan Jokowi menjadi presiden RI ketujuh. Tanpa komunikasi yang baik dengan partai asalnya tersebut, maka Jokowi sebenarnya telah menebar benih badai terbesar dalam masa pemerintahannya selama 5 tahun kedepan.
Tanpa dukungan politik yang memadai Jokowi akan menjadi mangsa empuk para politisi dari kelompok-kelompok yang berebut kekuasaan di negeri ini.

Mobnas Proton?
Nah, ini yang paling gres. Kunjungan presiden ke negara tetangga ditengah belum selesainya kisruh Polri KPK ternyata disertai acara lain yang sebenarnya mungkin bisa dibilang agak mengundang  tanda tanya besar.
Penandatanganan kerjasama dengan perusaan Otomotif Proton milik Malaysia dipandang negatif oleh berbagai kalangan. Terlebih selama ini publik Indonesia dan Malaysia sering disuguhkan isu-isu miring yang membuat kekhawatiran publik akan kelangsungan kerjasama tersebut. Kita juga masih ingat bahwa kebijakan mobnas yang serupa pada jaman Soeharto adalah salah satu faktor penyebab kejatuhan rezim itu.
Dari segi manajemen langkah-langkah yang diambil Presiden cenderung hanya bersifat reaktif terhadap berbagai persoalan dan tidak mempunyai tujuan jangka panjang yang jelas. Dalam pengelolaan konflik beliau juga menunjukkan kurangnya penguasaan terhadap materi sehingga lambat dalam mengambil keputusan. Hal ini berbahaya karena membuat masalah berlarut larut dan bahkan membesar.
Dalam mengelola hubungan dengan kekuatan-kekuatan politik beliau juga terlihat tidak piawai sehingga memunculkan banyak kekuatan yang justru berseberangan dengan beliau.
Melihat pola-pola kebijakan Presiden Jokowi dan manajemen kepemimpinan beliau dalam waktu 100 hari + ini mungkin masih terlalu dini untuk menyimpulkan. Tetapi tidak bisa dipungkiri beliau telah mulai menebar benih-benih angin ketidakpuasan setidaknya disebagian kalangan masyarakat karena terasa banyak kebijakan beliau yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan sewaktu kampanye.
Akhirnya hanya waktu yang akan menentukan apakah tebaran angin tersebut akan berubah menjadi badai besar yang bisa menggulung Pemerintahan beliau.
Semoga beliau bisa segera bisa mengatasinya dan Badai itu segera berlalu.
Salam Indonesia bersatu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun