Mohon tunggu...
Yulius Solakhomi Wau
Yulius Solakhomi Wau Mohon Tunggu... Guru - Gratias Deo

Catholic Religion Teacher and Pastoral Ministry Agent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bunuh Diri dalam Perspektif Gereja Katolik

3 Mei 2021   10:20 Diperbarui: 3 Mei 2021   11:23 10498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bunuh diri (lenterapos.com)

Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya (KGK 2280). Gereja Katolik tidak membenarkan dan tidak merestui bunuh diri. 

Alasan pertama yang paling masuk akal adalah alasan adikodrati, dalam hubungannya dengan Pencipta. Hidup dalam diri kita ini sesungguhnya bukanlah milik kita. Hidup hanyalah titipan dari Tuhan, sang pencipta dan pemilik sejati. Oleh karena itu, apa pun alasannya, manusia, siapa pun dia, tidak memiliki kuasa dan hak dalam mengakhiri hidupnya sendiri. Bunuh diri sama dengan membunuh orang lain, dan pelakunya dikenakan sanksi dosa berat, karena ia melawan Tuhan.  

Selanjutnya, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: "Bunuh diri bertentangan dengan kodrati manusia supaya memelihara dan mempertahankan manusia. Itu adalah pelanggaran berat terhadap cinta diri yang benar. Bunuh diri juga melanggar cinta kepada sesama, karena merusak ikatan solidaritas dengan keluarga, dengan bangsa dan dengan umat manusia, kepada siapa kita selalu mempunyai kewajiban. Akhirnya bunuh diri bertentangan dengan cinta kepada Allah yang hidup" (KGK 2281). 

Maka, Alasan kedua, bersifat kodrati, alamiah dan sosial. Bunuh diri melawan kodrat mempertahankan hidup dan melanggar hukum cinta kepada diridan sesama (Mat 22:39). 

Setiap orang memiliki dorongan naluriah untuk mempertahankan hidupnya. Dorongan ini ada secara alami, terbawa sejak lahir dan ditanam oleh Tuhan sendiri. Orang normal akan sekuat tenaga untuk mempertahankan hidupnya. Secara sosial, bunuh diri memiliki akibat lanjutanyang tidak baik bagi orang-orang yang ada di sekitar pelaku, terutama keluarga. Selain berduka, kelarga juga akan menanggung malu.

Bunuh diri dengan alasan yang sangat mulia pun juga tidak dapat dibenarkan. Di sini berlaku hukum moral "tujuan tidak dapat menghalalkan segala cara". Sebaik apa pun tujuan, nyawa manusia tidak boleh dikorbankan untuk digunakan sebagai sarana mencapainya. Prinsip ini juga berlaku untuk orang lain. 

Kita tidak boleh mempermainkan hidup orang lain untuk tujuan kita semulia apa pun itu. Selain pelaku bunuh diri dianggap bersalah, orang yang membantu untuk bunuh diri juga bersalah.  Hal-hal yang dapat "meringankan" dosa akibat bunuh diri hanya beberapa kondisi nyata, seperti gangguang psikis berat, ketakutan besar, kesusahan atau penganiayaan serius. Bagi mereka yang mengalami kondisi ini akan ditinjau berdasarkan prinsip-prinsip moral yang berlaku. 

Gereja Katolik tetap menganjurkan kita untuk berdoa bagi keselamatan jiwa-jiwa saudara-saudari yang telah mengakhiri hidupnya sendiri secara tragis. 

Setiap orang tidak boleh tidak boleh kehilangan harapan akan keselamatan abadi bagi mereka yang telah mengakhiri hidupnya. Dengan cara yang diketahui Allah, Ia masih dapat memberi kesempatan kepada mereka untuk  bertobat supaya diselamatkan. Gereja berdoa bagi mereka yang telah mengakhiri hidupnya (KGK 2283). Kita tetap diajak mengimani 100% pada kerahiman Tuhan. Walau Tuhan maharahim, namun Tuhan pastinya tidak merestui bunuh diri.

(Berbagai sumber) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun