Mohon tunggu...
Yulistiana Sholiqhah Marli
Yulistiana Sholiqhah Marli Mohon Tunggu... Freelancer - Planologi'19

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenapa di Perlukan Obligasi Daerah?

10 Mei 2020   03:27 Diperbarui: 10 Mei 2020   04:26 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Adanya kebutuhan dalam suatu pembiayaan pembangunan daerah yang semakin meningkat di tengah adanya keterbatasan sumber pembiayaan dalam negeri yang berasal dari pemerintah pusat. 

Oleh karena itu mau tidak mau harus membuat pemerintah daerah mencari sumber pembiayaan lain. Berbagai macam alternatif bisa dilakukan oleh daerah untuk mencukupi pembiayaan pembangunan selain melalui pinjaman kepada pemerintah pusat, yaitu di antaranya adalah melalui pinjaman luar negeri, badan - badan internasional atau melalui penerbitan obligasi daerah. 

Ada salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah sebagai upaya untuk mengurangi adanya disparitas alokasi sumber pembiayaan pembangunan serta peningkatan pemerataan pembangunan antardaerah.

Makna dari kebijakan tersebut yaitu terbukanya suatu peluang bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan dan membiayai sendiri kemajuan pembangunan di daerahnya masing - masing. Bagi daerah yang masih belum dapat mencukupi, akan tergantung dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang pembagiannya tersebut akan diterima di akhir tahun pada anggaran tertentu, suatu otonomi daerah harus disikapi dengan teliti karena bisa jadi tidak akan jadi peluang, namun bisa jadi menjadi boomerang yang mematikan. Hal ini terjadi karena adanya pendanaan pembangunan daerah yang selama ini bersumber dari Pendataan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Revenue sharing, DAU, DAK) serta sumber lain pendapatan, belum memberikan kontribusi yang cukup berarti.

Adanya kondisi tersebut dapat dilihat dari daerah kabupaten atau kota yang merupakan ujung dari tombak pelaksanaan suatu program otonomi daerah, di mana sumber penerimaan dana terbesar berasal dari adanya Dana Perimbangan yang sebesar 87 persen dan sisanya 7 persen dari PAD. Dalam suatu komponen Dana Perimbangan, DAU merupakan komponen yang paling mendominasi dikarenakan sekitar 45 persen pemerintah kabupaten atau kota masih bergantung dengan dana lebih dari 80 persen sumber pendanaan APBD dan DAU. Dalam sisi pihak lain, hanya ada sekitar 4 persen daerah kabupaten atau kota yang DAU-nya hanya menutupi sebagian kurang dari 10 persen APBD.

Pada kenyataannya, sebagian besar penerimaan dana tersebut digunakan untuk membayar keperluan rutin bulanan, seperti gaji pegawai. Sehingga suatu alokasi untuk pembiayaan pembangunan dapat dikatakan relatif lebih kecil. Hampir di setiap bagian belanja aparatur mencapai 60 persen sampai 80 persen, sedangkan bagian belanja yang dipergunakan sebagai pembangunan tidak lebih dari 25 persen. Bagi suatu daerah kabupaten atau kota yang tergolong kaya dengan sumber daya alam, serta mampu mencukupi dalam suatu pembiayaan pembangunan, akan menjadi salah satu alternatif tambahan penambahan dana dan tidak akan terlalu menjadi persoalan. Dikarenakan dalam pembiayaan pembangunan tersebut dapat menggunakan dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (BHSDA), yang di prioritaskan terutama untuk minyak, atau gas bumi bahkan sumber hasil perikanan, pertanian dan peternakan. Namun untuk daerah kabupaten atau kota yang kategori pas-pasan atau dapat dikatakan minus akan sumber daya alamnya, alternatif dari sumber pembiayaan pembangunan dapat dikatakan hanya dilakukan dengan cara - cara yang tidak populis, seperti perumpamaan memakan buah simalakama.

Salah satu contoh, peningkatan suatu sumber pendanaan melalui PAD dengan mengintensifkan serta mengekstensifkan pajak dan retribusi daerah sebagaimana yang diatur dalam UU 34/2000 justru memiliki potensi untuk menghambat investasi daerah tersebut, bahkan tidak menutup kemungkinan akan adanya banyak perusahaan yang akan menutup dan keluar dari daerah tersebut. Dengan adanya hal tersebut, maka suatu skema BHSDA terlihat kurang dapat dimanfaatkan dan diandalkan bagi pendanaan daerah dikarenakan hanya ada 1 persen pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia yang memiliki BHSDA, lebih dari 50 persen APBD dan hanya sekitar 5 persen yang memiliki BHSDA lebih dari 30 persen APBD. Sebagai kesimpulannya, 80 persen lebih daerah tidak memungkinkan dapat mengandalkan penerimaan dari sumber daya alamnya. Pengandalan laba dari perusahaan milik daerah sepertinya juga tidak memiliki banyak harapan. Beberapa hasil dari penelitian maka perusahaan daerah kabupaten atau kota lebih mengalami kerugian ketimbang menghasilkan suatu keuntungan yang disetor ke APBD. Perusahaan BUMN yaitu PDAM merupakan salah satu contoh yang paling menonjol, yang diketahui di mana perusahaan ini umumnya mengalami suatu kerugian kendati dengan memiliki bahan baku yang sangat murah dan hak memonopoli pasar.

Dengan adanya fenomena tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suatu ketergantungan daerah yang masih sangat besar terhadap dana perimbangan akan memberikan arti bahwa desentralisasi yang terjadi pada saat ini bukanlah suatu desentralisasi sumber dan kewenangan penerimaan, tetapi desentralisasi yang bergantung pada transfer pemerintah pusat ke daerah. Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu alternatif pendanaan pembangunan dan pengembangan daerah dengan penggalian dana dari luar sumber penerimaan yang telah tersedia. Sebab, kecilnya suatu anggaran pembanguan akan membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi terbaikan karena efek kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.

Dalam Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang menggantikan Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tampaknya memberikan suatu jalan bagi daerah untuk mencari alternatif pendanaan  bagi pembangunan dan pengembangan daerah melalui obligasi daerah. Sebagai alternative bagi daerah kabupaten atau kota yang masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap suatu dana perimbangan, PAD yang masih tergolong rendah dengan sumber daya alam yang pas - pasan serta perusahaan daerah yang masih di tingkat merugi, penerbitan obligasi daerah di percaya dapat meringankan dan menjadi alternatif pembiayaan pembangunan.

Adanya obligasi daerah sebagai sumber pendanaan untuk pembangunan dan pengembangan suatu daerah memiliki 3 hal. Yaitu pertama sebagai penyokong kebutuhan daerah yang bersifat mendesak terhadap sumber - sumber pendanaan alternatif diluar pendanan dari ketiga sumber seperti, PAD, Dana Perimbangan, dan lain lain pendapatan. Pendanaan yang bersumber terhadap ketiga hal tersebut sebagai pembangunan dan pengembangan daerah tersebut dapat dikatakan relative kurang memenuhi bahkan kurang mencukupi atau kurang mempercepat dalam proses pembangunan dan pengembangan di daerah. Kedua, adanya perkembangan waktu selama ini banyak adanya perusahaan sekuritas dan invevesment banking yang secara agresif mendekati pemda dan kemudian menawarkan berbagai skema pendanaan. Pada peluang ini perlu dikaji secara tepat dan cermat dengan memperhatikan segala keuntunggan dan manfaaat serta resiko yang ditumbulkan dalan pendanaan tersebut. Ketiga, pernyataan adanya obligasi daerah sangat memancing minat kaum investor, baik dalam skala domestik maupun non domestik dengan tingkat presentase yang cukup tinggi terhadap adanya pengembangan infrastruktur di daerah kabupaten atau kota.

Ketika pemerintah daerah menetapkan obligasi daerah sebagai bentuk alternatif, maka setidak - tidaknya memiliki 2 aspek yang perlu diperhatikan seperti aspek regulasi dan aspek kelayakan. Aspek regulasi, yaitu Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 dengan Undang - Undang Pasar Modal. Adanya aspek kelayakan akan menyangkut tentang layak atau tidaknya suatu obligasi yang diterbitkan. Selain itu, peringkat dari obligasi daerah juga berpengarh terhadap Peringkat Surat Utang Negara (SUN). Berdasarkan kondisi saat ini, dapat dikatakan bah 2 aspek penting tersebut memerlukan adanya laporan  keuangan yang memenuhi standar laporan keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun