Toleransi (Bagian Kedua) : Shalat Sekamar Dengan Staf Pembimas Katholik
Oleh: Sholehuddin*
Praktik Moderasi Beragama sejatinya sudah lama saya lakukan. Sekitar enam tahun yang lalu (2014) saya diminta Pembimas Katholik Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur mengisi Workshop di kawasan Tretes. Kala itu saya harus menempuh dari Blitar karena pada hari itu sejak pagi saya juga ada agenda di sana.
Saya janjikan sore sudah sampai di lokasi. Tentu perjalanan cukup panjang, apa lagi saat itu belum (familiar) ada google map, sehingga saya gunakan jalur Blitar-Kepanjen-Malang Kota lalu Pandaan-Tretes. Mereka dengan sabar menanti kedatangan saya. Sekitar pukul 16.30 WIB saya sampai di lokasi dan langsung mengisi materi.
Karena alasan jarak, saya putuskan jama' Maghrib dan Isya'. Sampailah waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB masuk sesi istirahat. Seperti biasa mereka saya beri kesempatan berdoa akhir sesi sesuai keyakinan mereka. Â
Setelah sesi materi selesai saya menuju kamar, di sana ada beberapa panitia. Saya ditanya apa sudah shalat, saya jawab "belum, saya jama' mas". Mereka tampaknya paham maksudnya, saya mandi lalu melanjutkan salat Maghrib jama' dengan Isya'.
Sementara itu panitia yang notabene beragama Katholik tidak merasa risih dengan ritual shalat saya. Mereka enjoy saja tatkala  saya melaksanakan salat. Saya juga tidak merasa canggung shalat sekamar dengan mereka.
Perbedaan adalah sunnatullah. Cara menghadapi peebedaan adalah dengan mengedepankan sikap toleransi.
Toleransi sebagai salah satu pilar atau indikator Moderasi Beragama, sangat penting dihadirkan di tengah masyarakat yang heterogen. Begitu indahnya toleransi untuk Indonesia yang damai. Salam moderasi beragama.
*Dr. H. Sholehuddin, S.Ag.M.Pd.I, Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya dan Instruktur Nasional PMB Kementerian Agama RI.