Mohon tunggu...
Yuli Novita Sari Putri
Yuli Novita Sari Putri Mohon Tunggu... Bankir - Treasury Analyst

Enthusiast of economics, finance, and treasury

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengintip Celah Investasi #UUCiptaKerja

12 Oktober 2020   19:10 Diperbarui: 12 Oktober 2020   19:10 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontroversi UU Cipta Kerja yang sedang menjadi trending topic memang seru untuk dibicarakan, keseruannya membuat adanya unjuk rasa penolakan UU tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra yang ditimbulkan ada baiknya jika kita melihat melalui helicopter view bagaimana sebenarnya posisi Indonesia sehingga UU yang terkesan di sahkan terburu-buru menjadi penting bagi masyarakat Indonesia.

Apabila memulai dari neraca pembayaran yang mencatat semua transaksi antara penduduk atau badan usaha yang ada di satu negara (mis. Indonesia) dengan negara-negara lain di dunia yang terdiri dari current account dan capital account maka neraca pembayaran Indonesia di kuartal tertentu pernah mengalami defisit. 

Defisit tersebut dipengaruhi oleh impor khususnya nonmigas dan hal ini memang terjadi akibat kebutuhan bahan baku dan barang modal akibat kegiatan produksi dan investasi di Indonesia. Berita baiknya pada triwulan II 2020 neraca pembayaran Indonesia mencatatkan surplus sebesar USD 9.2 Miliar dari penurunan impor dan peningkatan capital inflow.

Komponen pertama yaitu current account merupakan hasil dari angka neraca perdagangan, neraca perdagangan jasa dan neraca pendapatan sekunder. Memang di masa pandemi ini menyebabkan perdagangan dunia mengalami perlambatan dan pasti Indonesia terkena imbasnya. 

Pada kuartal II neraca perdagangan surplus USD 4.8 miliar mengalami penurunan 47.92% dari USD 7.1 (yoy) miliar karena ekspor nonmigas yang turun akibat rendahnya permintaan dari negara mitra dagang seperti Amerika Serikat, Jepang , Singapura, Malaysia dan lainnya. Impor Nonmigas juga mengalami penurunan karena PSBB sehingga geliat ekonomi domestik  juga mengalami kelesuan. 

Dari neraca perdagangan migas mencatat defisit USD 0.8 miliar mengalami penurunan dari USD 2.7 miliar akibat turunnya harga minyak dunia dan juga penurunan volume impor. Dilihat dari neraca perdagangan jasa masih terdapat defisit sebesar USD 2.2 miliar mengalami peningkatan 13.64% dari USD 1.9 (yoy) miliar karena sejumlah aktifitas pariwisata mengalami penurunan dampak lockdown di beberapa negara. 

Akhirnya di neraca pendapatan sekunder yang masih mengalami surplus USD 1.4 miliar pun sedikit tergerus sebesar USD 300 juta dari angka USD 1.7 miliar (yoy) mengingat Pekerja Migran Indonesia (PMI) diberhentikan sementara untuk ke luar negeri.

Komponen kedua adalah capital account yang terdiri dari Investasi langsung (Foreign Direct Investment) dan Investasi Portfolio. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat yield yang menarik bagi investor untuk melakukan investasi portfolio dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 

Hal ini tercermin dari surplus investasi portfolio sebesar USD 9.8 miliar yang membaik dari defisit USD 6.1 miliar, akan tetapi investasi dalam portfolio memang sangat fluktuatif tergantung kondisi pasar yang dipengaruhi sentimen global dan dalam negeri seperti fundamental ekonomi dan issue politik. 

Indonesia sebagai negara yang kaya potensi sumber daya alam dan struktur demografis yang di dominasi usia produktif harusnya menarik bagi investor untuk menanamkan modal secara langsung dalam bentuk Investasi langsung (Foreign Direct Investment) pada kuartal II 2020 investasi langsung sedikit mencatatkan penurunan sebesar USD 700 juta dari USD 6 miliar ke USD 3.4 miliar walaupun ini lebih karena pembatasan di berbagai negara dan rendahnya investasi dari korporasi karena aktifitas ekonomi mengalami perlambatan.

Investasi langsung berupa penamaman modal asing (PMA) berupa perusahaan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk pembangunan pabrik, penggunaan tenaga kerja lokal, dan lainnya berdasarkan data penamaman modal asing (PMA) pada Publikasi Neraca Pembayaran Indonesia TW II 2020 dinyatakan bahwa terdapat penurunan arus masuk PMA dari awal tahun 2019 sebesar USD 6.701 juta menjadi USD 4.068 juta dengan 5 negara investor terbesar Singapura, Cina, Hong Kong, Jepang dan Malaysia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun