Serasa tiada ternyana, Â begitu tiba-tiba serta menyakitkan rasa
Mencoba untuk mencari darimana asalnya
Sesuatu yang menyakitkan dan  bagai sembilu namun tiada nyata
Kata- kata itu bagai sengat yang menancap dan tiada hendak pergi kemana jua
Aku bersimpuh dengan tetesan peluh serta airmata dan  menahannya
Terlalu sakit dan perih serasa,  kata itu terdengarnya bagai sengat yang membuat luka
Jika mimpi esok hari hancur dan kebanggaan itu luruh bagai awan tersapu di angkasa
Jangan dengarkan, Â jangan masukkan di perasaan, Â namun sulit mengurainya hingga tak tersisa
Sengat itu menancap dan melukai bahkan jika keabadian di ambang mata
Buah hatiku dan kata- kata tersembur itu melukai begitu dalam bagai hunjaman  nyata
Inikah kebanggaan itu? Â Kalimat panjang ingin terdengar namun hanya tetes airmata yang mengalir tiada hentinya
Ayah pergilah, Â rumah ini tiada cukup untuk menampungmu
Istriku tiada bisa berada serumah bersamamu dan menampung lagi satu jiwa
Aku tidak ingin minta maaf ayah, Â istriku lebih berharga bagiku, begitulah keadaannya
Aku terpaku menatap kosong  dengan mata rabun senja.Â
Sengat itu masih seperti sebuah delusi, Â benarkah buah hatiku mengatakannya?Tersadar esok hari tertidur di rumah tua sendirian, Â rumah siapa?Â
Siapa yang membawa hingga aku terjaga
Dalam kebingungan dan dibuang rupanya