Mohon tunggu...
Hukum Pilihan

Menangani Aksi Teror Kepada KPK

22 Februari 2019   09:38 Diperbarui: 22 Februari 2019   10:14 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Miris! Itulah kata paling tepat untuk menggambarkan perilaku keji tidak bertanggung jawab dari para oknum jahat yang dengan teganya mencelakai aparat penegak hukum.

Sebagaimana kita ketahui, belum lama ini dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianiaya saat sedang menjalankan tugasnya melakukan penyelidikan di Hotel Borobudur, Jakarta.

Aksi teror dan kekerasan terhadap KPK memang bukan kali ini saja terjadi. Ihwal ini mengingat beberapa waktu yang lalu teror bom juga sudah menimpa dua Pimpinan KPK, yakni Ketua KPK, Agus Raharjo dan Wakil Pimpinan KPK lainnya, Laode M. Syarief, di mana masing-masing terjadi di rumahnya. 

Bahkan, ditarik mundur ke waktu sebelumnya, masih tampak segar dalam ingatan kita bahwa penyidik senior KPK, Novel Baswedan, pernah pula mendapat aksi kekerasan berupa penyiraman air keras di wajahnya sehingga ia harus mengalami cedera mata yang permanen

Peristiwa demi peristiwa yang dialami para pegawai, penyidik, hingga Pimpinan KPK itu niscaya membuat bermacam diksi dan narasi tentang upaya pelemahan terhadap KPK lagi-lagi mencuat ke publik. Publik pasti menjadi sangat kecewa dengan upaya pelemahan terhadap institusi KPK. Publik merasa, ketika KPK terciderai, maka publik pun merasa terluka jua.

Dari ancaman teror dan kekerasan yang menimpa KPK ini tentunya bukan tanpa sebab. Harus diakui bahwasanya prestasi KPK di mata publik sangat tampak cemerlang dan dipercaya. Bila mau jujur, bermacam insiden tak mengenakan tersebut sangat mungkin tak lepas dari keberhasilan KPK mengungkap pelbagai skandal kasus korupsi.

Simak saja, dalam kurun tahun-tahun terakhir ini sepak terjang komisi anti rasuah itu dalam memberantas korupsi begitu sangat manjur. Buktinya, sepanjang tahun 2018 lalu saja, KPK telah melakukan aksi Operasi Tangkap tangan (OTT) sampai sebanyak 29 kali yang notabene menjadi rekor terbanyak dalam sejarah semenjak lembaga ini didirikan pada tahun 2002 silam.  

Yang pasti, penganiayaan, penyerangan, teror atau apapun namanya yang inheren dengan frasa kekerasan terhadap pegawai, penyidik sampai Pimpinan KPK tersebut jelas menandaskan kepada kita semua sebagai warga bangsa bahwa masih ada pihak-pihak yang sangat tidak menyukai eksistensi badan anti korupsi itu berdiri tegak nan kokoh serta mengibarkan panji-panji melawan koruptor. Mereka itu niscaya adalah pihak-pihak yang merasa terganggu dengan zona nyaman yang selama ini telah mereka nikmati.

KPK Diperkuat

Apapun motif yang melatarbelakanginya, tindakan bengis dan beringas itu wajib mendapatkan efek jera (deterrent effect). Bagaimana tidak, kita semua sepakat bahwa korupsi yang terjadi di negeri ini sudah sedemikian kronisnya. Tapi demikian, di tengah-tengah kondisi tragis seperti itu, orang-orang yang berada pada garda terdepan perlawanan terhadap kejahatan korupsi justru dibuat tidak nyaman keadaannya. Ketenangan jiwa seolah dihilangkan dari benak para penegak hukum di KPK.

Padahal, sebagai institusi penegak hukum yang bertugas melawan musuh bersama bangsa, yaitu korupsi dan penggiatnya yang bernama Koruptor, sudah sepantasnya KPK diperkuat dengan memberinya proteksi kepada pegawai, penyidik dan Pimpinan KPK yang terbungkus dalam bentuk Undang-undang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun