Mohon tunggu...
Yuliana Liu
Yuliana Liu Mohon Tunggu... Konsultan - Newcomer

Penulis baru yang sejatinya gemar membaca. Mulai menulis agar pengetahuan yang sudah dibaca tidak menguap begitu saja tetapi juga dapat menjadi pembelajaran bagi yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

6 Permasalahan Dasar Adopsi Mobil Listrik

2 September 2019   12:42 Diperbarui: 2 September 2019   13:02 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara itu, dengan jarak tempuh yang sama dan asumsi tarif listrik Rp1.650- Rp2.450 per kWh, mobil listrik Mitsubishi i-Miev butuh Rp24.668, Nissan Leaf Rp38.895, Hyundai Ioniq Rp35.787, dan Kia Soul EV Rp41.810. Biaya yang dikeluarkan setiap mobil listrik akan berbeda tergantung pada ukurannya. Masih berdasarkan data Kementrian ESDM, Jaguar i-Pace disebut butuh Rp55.274, Tesla Model S Rp46.468, BMW i3 Rp40.125, dan Hyundai Kona Rp40.070. Dengan demikian, dengan menggunakan mobil listrik, biaya yang dikeluarkan akan lebih hemat +/- 50%.

Harga mobil listrik sendiri cukup bervariasi. Mitsubishi i-Miev misalnya, di pasaran Jepang, harganya berkisar antara 291 -- 336. Informasi yang beredar menyebutkan, harganya dapat mencapai 500an juta jika di pasarkan di Indonesia. Sementara itu untuk kelas Tesla, harganya dapat dipastikan di atas 1M.

2. Jarak tempuh yang terbatas

Permasalahan selanjutnya adalah terkait dengan jarak yang dapat ditempuh untuk 1 siklus baterai. Mitsubishi i-Miev memiliki jarak tempuh maksimal 160km di Jepang atau 100km saja untuk pasar Amerika. Bluebird yang juga sudah menjajal mobil listrik untuk armada nya menyimpulkan jarak tempuh baik Tesla atau BYD rute kombinasi di jalanan Jakarta skitar 300-an km. 

Sementara itu dengan metode fast charging, waktu yang dibutuhkan untuk pengisian ulang daya adalah 1 -- 2 jam. Inovasi untuk baterai yang lebih efisien tentunya akan terus dilakukan. Dengan teknologi V3 Supercharging, Tesla mengklaim waktu pengisian batere dengan jarak tempuh 120km hanyalah 5 menit.

Jarak tempuh ini tentunya tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh hitungan jarak dalam km. Faktor-faktor lainnya seperti medan atau area (jalan aspal vs berbukit), beban yang dibawa mobil (ringan vs berat), penggunaan pendingin (AC) juga tentuya akan mempengaruhi jarak tempuh baterai atau waktu pemakaian baterai.

Berdasarkan asumsi 300km untuk 1 siklus baterai, maka apabila dalam sehari pergi pulang kantor serta antar anak sekolah mencapai 60km, maka setiap 5hari sekali baterai harus diisi ulang.

3. Ketersediaan Infrastruktur pengisian daya

Permasalahan berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur untuk pengisian daya, khususnya untuk perjalanan yang jauh. Jarak 300km kurang lebih sama dengan jarak tempuh Jakarta -- Tegal. Yang artinya, di Pulau Jawa saja, untuk mencapai Semarang, Yogyakarta ataupun Surabaya, dapat dipastikan di tengah perjalanan harus dilakukan pengisian daya. 

Untuk budaya masyarakat Indonesia yang cukup sering berpergian ke luar kota atau mudik di hari raya, infrastruktur harus dibangun, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di sepanjang jalur perjalanan. 

Perlu dipertimbangkan juga apabila telah diadopsi secara massal, maka EV akan menggantikan jumlah mobil yang saat ini tersedia. Sehingga berapa banyak charging point yang harus disediakan di setiap charging station dan waktu pengisian daya yang diperlukan haruslah dipertimbangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun