Mentari pagi indah berseri, tetapi seketika langit di atas kepalaku berawan
Sementara kabut hitam melayang di awang-awang
Sekejap tersiar kabar kepulangan seseorang yang ditandai turun hujan
Selamat jalan panutan, tetesan air turut mengenang
Dedikasimu selalu kuingat sebagai perjuangan
Perjuangan yang takpernah luruh sekalipun duri menggigit tubuh
Kau tetap berjuang demi ranah kelahiran
Berkat jasamu desaku taklagi lusuh
Jasamu selalu kukenang, menjadi kenangan
Budi baikmu menyinari jalan pulang
Selamat jalan tokoh panutan
Namamu harum semerbak hingga di awang-awang.
***
Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.
Turut berduka sedalam-dalamnya atas berpulangnya :
Bapak Hari Wibawa SE Â
Sosok sahabat, panutan masyarakat setempat.
Bismillah husnul khotimah til jannah, diampuni dosa-dosanya diterima amal ibadahnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan.
Al-Faatihah...
***
Kepada teman sesama Kompasianer juga seluruh pembaca Kompasiana, mohon maaf lahir batin jika selamat berinteraksi di Kompasiana membuat salah baik yang disengaja maupun tidak. Juga mohon maaf jika saya terlambat dalam membalas komentarnya. Semoga permohonan maaf ini tidak terlambat.
#PuisiTokohPanutan
#Fiksiana
#PuisiYuliyanti
#Tulisanke-638
#Klaten,23April2025
#MenulisdiKompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI