Mengenang berpulangnya Mbak Paryani.
Klaten berduka.
Lima hari yang lalu, sekitar pukul 15.00 WIB, sore itu langit tak berselimut tebal. Hanya segumpal awan bergelayut. Namun, siapa sangka mampu mengguyur bumi dengan rintik lembutnya. Tak lama kemudian, terdengar suara guntur menggelegar, membuat beberapa orang terkejut termasuk saya. Iya, hanya satu gelegar tanpa disertai adanya kilat sebagai pengantar halilintar.Â
Meskipun begitu, nampak beberapa orang tetap lalu-lalang dengan berbagai aktivitasnya. Seakan tak terusik dengan  'fenomena' alam.
Begitupula dengan saya, aktivitas keseharian belumlah usai. Masih ada satu tamu, Mas Adit(seorang sales produk cat ternama yang terpajang di toko saya.
"Assaalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh " ucapnya sembari menaruh tas kerja berwarna hitam di atas etalase.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawabku sembari mempersilakan duduk.
Sore ini tak seperti kunjungan minggu lalu, setiap datang lalu menanyakan orderan. Tetapi, kali ini lebih banyak bercerita. Mas Adit menceritakan tentang seorang penjual bakso di desa sebelah  yang tersambar petir.
Innaa lilaahi Wa Innaa Illaihi Raaji'uun( Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah juga kami kembali)
 Saya perihatin dan sedih mendengarnya. Siapakah orang yang bernasib naas itu?
Sesaat kemudian, saya melihat beberapa notifikasi muncul di layar handphone. Nama pengirim pesan tersebut  tak asing lagi. Mbak Yuni, tetangga desa sebelah sering berkabar bila ada kejadian tragis. Â
Rasa ingin tau mengusik hati dan pikiran, segera jemari ini bergegas membuka menu whatsaap tersebut. Alangkah terkejutnya saya saat melihat kiriman foto dan video tentang korban.
 Paryani, seorang wanita penjual mie ayam dan bakso, warga Pendem, Desa, Wonosari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Meninggal dengan luka bakar hampir sekujur tubuh.
Seketika itu juga tertunduk lesu, saya mengenalnya, bahkan suaminya pelanggan di toko. Dulu, pernah sekali saya beserta keluarga mencicipi bakso dan mie ayam di warungnya.