"Mas, Â masak apa ini? " tanya Mbak Menik sekali lagi.
Mas Marno menoleh sekilas. "Sembarang wes... Â Pokok ada sambel.., "jawabnya.
"Lha uangnya?" kata Mbak Menik gemas.
"Bon dulu sama Pak Mus.. Â Nyatet, " jawabnya ringan.
Mbak Menik semakin jengkel. "Nyatet.. Â Nyatet.. Â Catetanku sudah banyak, Â Mas, " katanya setengah menangis.Â
Tanpa banyak kata Mbak Menik bergegas menuju pick up di jalan yang berisi aneka belanjaan. Bicara dengan suaminya saat seperti itu percuma. Â Hanya bikin naik darah saja. Â
"Pak Mus, Â nyatet nggeh.., "kata Mbak Menik sambil meraih bayam dan tempe.
"Lha monggo..., " jawab Pak Mus ramah. Â Ia sudah lama menjadi langganan ibu-ibu di kampung Manggis. Â Tidak ada yang nakal saat berhutang, Â yang penting administrasi beres, Â tak ada masalah.Â
Mbak Menik menyodorkan belanjanya ke Pak Mus untuk dihitung. Â "Beres, Â duapuluh ribu, Â catet nggih? "
"Nggih Pak Mus," jawab Mbak Menik sambil bergegas meninggalkan Pak Mus. Â Duuh, Â sungkan sebenarnya.. Â Tapi lha bagaimana lagi. Â Masak tidak makan, Â pikirnya.Â
"Mbak Menik, tunggu! " sebuah suara tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Mbak Rena? Â Tumben?
Setelah berbasa-basi keduanya terlibat dalam pembicaraan yang serius. Sedikit berbisik-bisik dan...Cling, Â wajah Mbak Menik tiba-tiba berseri-seri. Â
"Nanti malam? " tanya Mbak Rena memastikan. Â
"Beres.., " senyum Mbak Menik menutup percakapan keduanya.
Pagi kembali merekah. Â Mas Marno sedang menikmati kopinya. Â Tak seperti biasanya istrinya tak banyak protes. Senyumnya tampak begitu manis. Â
"Mau dimasakkan apa? " tanya Mbak Menik sambil duduk di depan suaminya.
"Aku kok kepingin lodeh ya? " jawab Mas Marno senang. Pagi ini cuaca kelihatan begitu bersahabat.
"Lodeh, Â mendol, Â bakwan? "tanya Mbak Menik lagi.
"Wah, sip itu.., "
Dari kejauhan suara klakson pick up Pak Mus terdengar. Â Mbak Menik bergegas menuju jalan besar, Â apalagi ketika dilihatnya Mas Marno menuju kandang ayam-ayam katenya. Â
Di belokan jalan, Mbak Rena tersenyum menyapanya. " Adikku seneng lho.. Â Katanya cantik barangnya.. Â Ini kurangannya semalam ya.. Â ," bisiknya sambil menyodorkan uang seratusan ribu.
Mbak Menik segera memasukkan uang ke saku.  Bergegas keduanya menuju pick up Pak Mus.  Ada senyum  di wajah Mbak Menik.
Ya, Â seratus dua puluh lima ribu, harga yang pantas untuk ayam kate secantik Burik.
Arti istilah:
Diluk : sebentar
Mblanjani: memberi uang belanja