Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Perlu Menunggu Kaya untuk Berbagi

20 Januari 2022   11:30 Diperbarui: 20 Januari 2022   11:33 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bothok, Sumber gambar: Resep Dapur Emak

Mbak Wati mengambil uang itu dan memasukkan kembali ke tangan saya. Demikian juga pembayaran ibu-ibu yang lain, semua ditolaknya.

"Mboten usah mbayar Ibu-ibu..., mboten didol, " katanya sambil tertawa. Akhirnya meski tak enak hati kami menerima pemberian bothok itu lalu pulang.

Sisa bothok di tampah dibawa Mbak Wati ke rumah tetangga yang lain untuk diberikan secara gratis.

"Duh, jadi tidak enak ya.. Sungkan, sering diberi masakan sama Mbak Wati. Ini bothok, hari yang lalu lodeh, yang dulu juga pernah rempeyek, " kata saya dalam perjalanan pulang pada Bu Ut. Bu Ut masih terhitung saudara jauh Mbak Wati.

"Gak apa-apa Bu, diterima saja.., Bude Wati memang begitu.. Suka masak lalu dibagi-bagi kalau pas ada rezeki, " jawab Bu Ut ringan.
"Lha, tapi uang buat beli bumbu dan bahan..? Masak tidak diganti? " tanya saya lagi.
Bu Ut tersenyum kecil. "Katanya Bude baru dapat BLT dari pak RT, dan ingin syukuran, biar semua senang katanya, " bisik Mbak Ut.

Duuuh, semakin tidak enak hati saya. Ibu -ibu yang lain juga terkejut. Uang BLT lho, dipakai masak bothok dan dibagi-bagi pula.

Kami semua tahu Mbak Wati bukan orang kaya. Ia hidup berdua saja dengan suaminya, dan dua-duanya adalah pekerja keras.
Suami Mbak Wati bekerja serabutan dan sering menerima panggilan tetangga untuk memperbaiki kerusakan kerusakan kecil, misal genteng bocor, kabel yang konslet, dan lainnya. Sementara Mbak Wati sendiri adalah penjual masakan keliling. Baik masakan sendiri atau titipan tetangga.

Meski begitu sederhana, kehidupannya berjalan tenang. Tak pernah kami melihat Mbak Wati bingung dalam kesehariannya. Semua berjalan aman-aman saja.
Bahkan Mbak Wati dalam kesehariannya begitu loman, baik dalam memberikan masakan atau bantuan tenaga. Jika ada tetangga sedang 'repot' bisa dipastikan ia ada di sana membantu apa saja.

"Bagaimana ini, Ibu-ibu? Kita bayar bothoknya ya? Uangnya titip Bu Ut saja.., " kata saya pada ibu-ibu yang lain masih dengan agak berbisik. Ibu-ibu setuju, tapi tidak demikian halnya Bu Ut.

"Jangan Ibu-ibu, Bude nanti akan tersinggung. Bude sudah niat berbagi, jadi diterima saja bothoknya. Kalau Ibu- ibu ingin memberikan 'sesuatu', besok kalau Bude jualan Ibu-ibu beli agak banyak saja, " kata Bu Ut pada kami.
Setelah berpikir sejenak kamipun mengangguk setuju. Ya, itu sepertinya jalan terbaik.

Kami segera menuju rumah masing -masing. Dalam perjalanan pulang saya tiba-tiba merasa malu hati. Betapa Mbak Wati dalam kondisinya yang begitu sederhana selalu menyempatkan diri untuk berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun