Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok Pahlawan Itu Bernama Bulik Karmi

14 November 2021   14:34 Diperbarui: 14 November 2021   15:00 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulik Karmi melangkahkan kakinya yang telanjang dengan pasti. Sebuah tas belanja berwarna merah selalu setia menemaninya setiap hari.

"Ke pasar Bulik? " tanyaku sambil menyapu halaman depan. Bulik Karmi menoleh dan tersenyum.
"Iya Mbak.. Mau cari sayur, sama olah raga, " katanya ramah.

Olah raga? Ya, tiap hari Bulik Karmi selalu berjalan tanpa alas kaki ke pasar. Ia yakin pijatan dari batu batu yang mengenai kakinya akan membuatnya lebih sehat dan bugar.
Entah benar atau tidak, yang jelas di banding orang lain seusianya Bulik Karmi tampak lebih bugar dan sehat. Padahal usianya sekarang sudah hampir kepala tujuh.

Sosok Bulik Karmi selalu menjadi bahasan menarik bagi kami ketika masih kecil. Jahat. Selalu itu yang kami ceritakan. Jangan suka bermain di teras rumahnya. Pasti kami disuruh pulang.

Padahal kami anak anak kampung saat itu suka sekali jika ada teras rumah yang bertegel. Bisa untuk main bola bekel.
Maklumlah lantai rumah kami saat itu kebanyakan bersemen atau bahkan tanah. Bermain bola bekel di lantai yang bertegel lebih menyenangkan karena bolanya lebih 'mendal'.

Tapi begitulah. Bulik Karmi sangat tidak suka kami berlama-lama main bola bekel di teras rumahnya. Bising dan bikin kotor, katanya. Biasanya sehabis diusir kamipun bersungut sungut pulang dan mulai acara membahas betapa 'jahatnya' Bulik Karmi.

Namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia kami mulai bisa melihat Bulik Karmi dengan kacamata yang berbeda. Dengan suami seorang angkatan dan tujuh orang anak tentunya sudah menguras waktu dan tenaga Bulik Karmi. Apalagi anak yang terkecil termasuk ABK

Sudah bukan menjadi rahasia suami Bulik Karmi mendidik anaknya dengan penuh kekerasan. Lecutan ikat pinggang, dihajar menggunakan gagang sapu adalah hal biasa bagi anak-anaknya. Mungkin karena itu Bulik Karmi tidak suka kami dekat dekat rumahnya. Barangkali takut pas kami di situ, pas ada yang dihajar suaminya.

Pernah suatu kali salah satu anaknya, Mei yang sebaya denganku bermain dengan beberapa bagian tangannya lebam lebam. Wajahnya kuyu seperti habis menangis.
"Kenapa Mei? " tanya kami prihatin.
"Dihajar ayahku, " kata Mei singkat. Kami langsung diam.

Untuk selanjutnya alasan dihajar ayah seperti sudah biasa bagi kami. Bukan hanya untuk Mei, tapi juga untuk saudaranya yang lain.
Kadang kami berpikir jangan-jangan Bulik Karmi sendiri juga korban KDRT suaminya? Entahlah.

Suatu saat tersiar kabar yang kurang sedap. Katanya suami Bulik Karmi punya istri lagi. Orang kampung berbisik bisik membicarakan hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun