Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarkan Tangan Tuhan yang Bekerja

31 Mei 2021   10:22 Diperbarui: 31 Mei 2021   10:24 2570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wanita itu menatap matahari yang masih bersinar malu-malu. Sepagi ini mendung sudah menggantung, membuat suasana menjadi agak redup. 

Apakah ini semua mewakili suasana hatinya?

Teh yang sudah sejak tadi tersedia di meja kecil di sebelahnya sudah mulai dingin.  Wangi teh yang menguar dari tadi sama sekali tak membangkitkan keinginannya untuk menyeruput barang sedikit.

"Lho,  tidak diminum, Buk? " sebuah suara membuyarkan lamunannya.  Wanita itu tersenyum sambil memandang sang pemilik suara. Anaknya yang tertua, selalu penuh perhatian padanya.  Apalagi saat kondisinya sedang sakit seperti ini. 

"Nanti Nduk,  masih kenyang, " jawabnya kemudian.

"Ah,  kenyang apa to Buk?  Masih pagi begini? " tanya anaknya lembut.

Senyum wanita itu berubah jadi tawa, meski lirih. 

"Tadi makan roti yang kamu belikan semalam, "

Sang anak meninggalkan ibunya yang kembali tenggelam dalam lamunannya. 

Wanita itu menghela nafas panjang. Tiba-tiba saja ingatannya terlempar ke masa lalu.Bertahun ditinggalkan suaminya telah mengubah segala sesuatu pada dirinya.  Ya,  dengan amanah anak-anak yang masih kecil ia harus bangkit dan tegar menghadapi hari-harinya yang terasa begitu panjang. 

Wanita itu telah membuat banyak perubahan dalam dirinya.  Ia yang semua penakut kemana-mana harus diantar kini harus menjadi panglima yang harus berdiri paling depan di antara anak-anaknya.  Ia harus bisa memberi contoh sekaligus mendorong anak-anaknya untuk berani melangkah.  Sebab sesedih apapun dunia akan tetap berjalan dengan segala ketidak peduliannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun