Suara langkah kaki terdengar dari balik kelambu. Â Pak Rusdi muncul dengan baju hitam polos yang menambah aura mistisnya.
"Ada yang bisa saya bantu, Â Bu? "tanya Pak Rusdi pada ibuk. Â Ibuk merapikan duduk dan menjawil kakiku supaya dudukku lebih sopan. Â Dengan singkat dan hormat ibuk menceritakan masalahku.Â
Aku menunduk dalam apalagi ketika ibuk mengatakan bahwa aku sudah belajar keras, Â tapi hasilnya begitu-begitu saja. Â Pak Rusdi menatapku lama. Â Aku tak berani melihat matanya. Â Sungguh... Â Tak terasa kakiku gemetar. Aku merasa sepertinya Pak Rusdi tahu semua kebohonganku.
"Sinau le.., " kata Pak Rusdi singkat. Â Aku semakin blingsatan. Â Setelah berbasa-basi sejenak Pak Rusdi memberikan air minum dalam botol beling yang harus kuminum menjelang ujian dengan satu pesan: sinau.
Kami pulang dengan lega. Â Air minum disimpan ibuk, dan tak lupa ibuk selalu mengingatkan aku untuk sinau atau belajar.Â
Sinau? Â Hei, Â lalu apa gunanya air itu? Â Bukankan Pak Rusdi juga berpesan bahwa air itu akan membuat otakku jadi bersinar? Makanya harus diminum menjelang ujian. Jangan sampai lupa. Â Aku yakin, sesudah minum air putih itu otakku pasti akan cemerlang seperti Dekisugi, tidak seperti Nobita lagi.
Hari Senin saat ujian akhirnya datang. Â Pagi-pagi benar aku mandi. Â Ibuk menyiapkan sarapan dan tidak lupa air dari Pak Rusdi disiapkan di meja makan.
 "Sudah belajar, le? " tanya ibuk.
"Ya sudahlah..., Â " jawabku berbohong sambil cepat-cepat masuk kamar mandi. Aku takut ibuk bertanya lebih jauh.
Bau masakan dari dapur langsung menguar. Â Wow, Â hari ini menunya istimewa, Â sambal goreng tongkol kesukaanku. Â "Jangan lupa sarapan, le, " kata ibuk sambil berjalan ke teras untuk menata dagangan di warung.Â
Keluar dari kamar mandi tiba-tiba terdengar ribut-ribut di meja makan. Â "Gubrak..! "