Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. "Tolong.. Tolong! " teriakan Bu Denok di sela-sela desis gas bocor terdengar begitu panik. Kompor yang dipakai memasak tiba-tiba mengeluarkan bunyi mendesis dan api langsung membesar. Orang-orang kampung yang biasanya sepagi itu masih tidur atau bersantai langsung berlari keluar rumah.
"Air... Air! " teriak Bu Denok lagi. Suami bu Denok segera mengambil air dan menyiramkannya pada sumber api. Bukannya semakin kecil, ternyata api berkobar semakin besar. Para tetangga segera berusaha membantu. Ada yang membawa keset untuk dibasahi lalu ditutupkan ke kompor, ada pula yang membawa
sekarung pasir yang dibasahi air. Kami yang melihat dari luar rumah begitu cemas. Mudah mudahan api segera padam. Kampung kami sangat padat. Jika sampai ada kebakaran di satu rumah bisa dipastikan merembet ke rumah yang lain.
"Sudah padam? " tanya kami pada Pak Mistar yang tergopoh-gopoh keluar dari rumah Bu Denok. Pak Mistar sejak tadi membantu memadamkan api.
"Belum, " kata Pak Mistar cemas. "Harusnya ada yang berani mencopot regulator. Kalau regulator lepas gas tidak bisa keluar," lanjutnya.
Pak Yunus yang rumahnya berbatasan tembok dengan Bu Denok langsung keluar rumah. Ia segera berlari menuju dapur Bu Denok.
"Mas.. Mas, " teriak istrinya.
Dengan keberanian yang mengagumkan Pak Yunus segera menerobos kerumunan dan langsung menuju tabung gas untuk segera memutar regulatornya. Suara desis langsung lenyap. Api perlahan-lahan mengecil dan akhirnya padam.
"Alhamdulillah, " kata suami Bu Denok.
"Alhamdulillah.., " desis warga yang lain. Pak Yunus keluar dari rumah diiringi dengan tatapan penuh rasa terima kasih dan kekaguman warga. Seandainya saat itu ada yang mengawali untuk standing applause, pasti akan kami lakukan.
Bu Yunus memandang suaminya khawatir dan segera mendekati suaminya. " Mas, sampeyan kan masih harus isolasi, " kata Bu Yunus. Kami semua tersentak. Ya, RT kami termasuk zona kuning karena ada beberapa warga yang terkonfirmasi positif covid, termasuk Pak Yunus. Pak Yunus baru pulang dari karantina dan masih harus isoman.
"Ayo.. Bubar.. Bubar... ," teriak pak RT.
Bergegas kamipun berlari menuju rumah kami masing masing