Dalam beberapa tahun terakhir, para pelaku industri skincare dan kosmetik terus berlomba meluncurkan produk-produk baru yang serupa. Tren ini terlihat dari maraknya produk seperti serum dengan klaim multi-fungsi, sunscreen dengan formula hybrid, hingga complexion praktis dalam berbagai macam bentuk yang hampir semuanya mengusung konsep serupa dari satu merek yang berhasil lebih dulu menarik perhatian pasar. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar, apakah inovasi dalam industri ini benar-benar bertujuan memenuhi kebutuhan konsumen atau sekadar mengikuti arus demi keuntungan semata?
Tingginya persaingan di industri ini sering kali membuat konsumen merasa kebingungan. Produk yang diluncurkan secara gencar meninggalkan kesan bahwa mereka harus terus membeli agar tidak ketinggalan tren. Padahal, sebagian besar produk yang ditawarkan memiliki manfaat yang serupa dengan kemasan dan pemasaran yang berbeda. Hal ini tidak hanya membebani konsumen secara finansial, tetapi juga mendorong budaya konsumsi berlebihan.
Dampak lain dari fenomena ini adalah meningkatnya limbah dari produk kecantikan. Konsumen cenderung mengganti produk lama yang belum habis dengan yang baru, sehingga menambah jumlah sampah kemasan. Ironisnya, banyak merek yang menggunakan label "ramah lingkungan" untuk memasarkan produk mereka, tetapi di sisi lain tetap mempromosikan budaya fast-consumerism. Masalah ini menjadi perhatian serius, mengingat limbah plastik dari kemasan produk kecantikan kerap sulit didaur ulang secara efisien.
Industri skincare dan kosmetik sebenarnya memiliki potensi besar untuk memengaruhi perilaku konsumen secara positif. Misalnya, dengan mempromosikan kesadaran akan kebutuhan kulit yang lebih sederhana dan berfokus pada kualitas daripada kuantitas. Selain itu, merek-merek kecantikan dapat berperan lebih aktif dengan menghadirkan inovasi yang berorientasi pada keberlanjutan, seperti kemasan isi ulang atau bahan yang sepenuhnya biodegradable atau dapat terurai secara alami.
Sebagai konsumen, kita juga memiliki tanggung jawab untuk lebih melek dan kritis terhadap tren yang ada. Tidak semua produk baru harus kita miliki. Memahami kebutuhan kulit kita sendiri dan memilih produk secara bijak dapat menjadi langkah kecil yang membawa perubahan besar. Dengan begitu, kita dapat mendukung industri yang lebih berkelanjutan sekaligus menjaga kesehatan kulit tanpa terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan. Menjadi konsumen yang cerdas bukan hanya tentang menghemat uang, tetapi juga tentang berkontribusi pada masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H