Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menuju Ke Tempat Yang Jauh

19 Oktober 2017   05:31 Diperbarui: 27 Mei 2021   15:07 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nah, kalau soal pesulap, yang bisa pindah tempat semaunya, bisa menggerakkan benda-benda, menebak gambar kartu, membaca pikiran orang lain, itu semua bisa dipelajari, Pak. Ada teorinya. Semua berbasis pada kekuatan pikiran. Kekuatan otak kita masing-masing."

"Halaah, masih ngeyel saja kamu."

"Dan tentang robot, Budi yakin Tuhan nggak akan marah kalau kita menggunakan otak ciptaanNya ini untuk membuat macam-macam. Kan Tuhan sendiri yang membuat program otak kita hingga sehebat ini. Masa sudah dibuat canggih tapi nggak boleh digunakan, Pak ?  Budi rasa malah Tuhan pasti merasa bangga kalau makhluk ciptaanNya berkembang menjadi lebih pintar dan lebih baik lagi. Lagipula kalau memang Tuhan nggak mau 'disaingi' oleh manusia, kenapa tidak diprogram saja sejak awal supaya manusia nggak mampu menciptakan apa-apa ?  Jadi kalau saat ini kita bisa dan sanggup membuat sesuatu, Budi yakin hal itu pasti memang disengaja oleh Tuhan.  Dan sampai kapanpun teknologi manusia pasti tidak akan bisa melebihi teknologinya Tuhan, Pak.  Nggak akan terkejar.  Kita ini sampai kapanpun cuma bisa mencontek buatan Tuhan, Pak.  Bahkan teknologi kloningpun dilakukan dengan cara meniru dari yang sudah ada. Jadi, menurut Budi, yang namanya ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dilarang.  Tuhan tidak menciptakan kita hanya untuk dilarang-larang."

"Nggak mudeng Bapak."

"Lalu soal jalan hidup manusia, Budi yakin kita boleh memilih Pak. Karena kalau memang jalan hidup sudah ditentukan keseluruhannya, dan kematian sudah ditentukan tanggal tepatnya, lalu buat apa kita harus berusaha ?  Itu kan dua hal yang nggak sinkron. Kita lahir dengan dibekali otak pintar dengan bakat khusus yang berbeda satu sama lain. Tinggal bagaimana kita memaksimalkan bakat sambil mengaktifkan kemampuan otak sebisa mungkin agar semua yang dicita-citakan bisa tercapai. Lalu berusaha hidup dengan sehat, dan berhati-hati dalam setiap keputusan yang diambil supaya tidak terkena musibah atau kecelakaan. Kalau soal porsi kebahagiaan dan kesengsaraan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, semua itu memang berbeda takarannya Pak. Tergantung cara menjalaninya. Tuhan memang nggak pernah suruh kita mengukur soal adil atau tidaknya. Kalau sampai ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa 'semua manusia pasti akan merasakan kebahagiaan dan kesedihan dalam porsi yang sama', Budi rasa  pepatah itu dibuat hanya supaya manusia lebih tabah dalam menjalani hidup, apapun halangan yang dihadapinya. Supaya nggak mudah menyerah dan cepat putus asa. Sebagai penyemangat saja. Bukan dalam arti dan perhitungan yang sebenarnya." 

"Ah, nggak tahu lah."

"Oh ya, kaki Budi kan sudah disambung dengan kaki palsu. Sekarang sudah nggak ada yang bisa ngatain Budi 'Si Buntung' lagi. Nih, lihat Pak. Ini mahal lho harganya. Dibiayai sama boss Budi di kantor. Dia orang asing, tapi sikapnya baik sekali kepada semua staffnya. Pasti boss Budi itu disayang sekali sama Tuhan karena semua kebaikannya."

"Orang asing ?"

"Iya. Bule dari Amerika. Dia selalu menyemangati Budi supaya selalu positif dalam menjalani hidup. O ya Pak, menurut Budi, manusia yang cacat atau penyakitan itu bukan diberi oleh Tuhan. Apalagi dikasih sebagai ujian atau sebagai percontohan. Masa Tuhan tega sekali memberi cobaan dengan rasa sakit, sedih dan sengsara, tapi cobaannya tidak sama besar untuk setiap orang ?  Masa Tuhan tega sekali menyengsarakan satu orang manusia demi memberi pelajaran hidup untuk manusia lainnya ?  Budi rasa bukan seperti itu. Tuhan memang sudah membuat resep yang paling bagus  sewaktu menciptakan manusia yang pertama dahulu. Dengan teknologiNya yang paling canggih, pada saat itu. Tetapi untuk kehidupan-kehidupan yang lahir selanjutnya, dibiarkan mengalir begitu saja. Jadi kalau sampai ada manusia yang cacat atau sakit, itu semua diakibatkan karena kondisi manusia tersebut yang kurang baik saat masih di dalam kandungan, atau bagaimana cara dia menjalani hidupnya setelah dilahirkan, sampai tumbuh dewasa. Bukan disengaja oleh Tuhan." 

"Kamu itu nyebut-nyebut nama Tuhan melulu berkali-kali.  Nanti Tuhan marah kalau disebut-sebut terus !"

"Lho, kalau Budi nggak menyebut Tuhan terus menerus, bagaimana Budi bisa menjelaskan semua hal tadi ke Bapak ?  Kalau mau membahas sesuatu kan harus menyebut nama Pak, supaya jelas.  Budi yakin Tuhan nggak marah kalau kita sebut-sebut terus. Kan Budi menyebutnya untuk tujuan baik."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun