Mohon tunggu...
Rizal De Loesie
Rizal De Loesie Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Lelaki Penyuka Senja

Rizal De Loesie, Terkadang Rizal De Nasution dari Nama asli Yufrizal mengalir darah Minang dan Tapanuli. Seorang Lelaki yang sering tersesat di rimba kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindu dalam Kopi dan Puisi

13 Januari 2019   17:29 Diperbarui: 13 Januari 2019   20:54 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu begitu cerah. Masih tersisa panas matahari seharian menghampar bumi. Batuan dan tanah berdebu sampai ke pucuk dedauan sepanjang jalan. Jalan tanah setengah beraspal dan berbatu, tanjakannya luar biasa.

Tidak semua kendaraan roda dua mampu menundukkan tanjakan diperbukitan ini, selain jalannya menanjak dan curam juga kondisi jalan berbatu dan berdebu membuat sulit ditempuh bagi pengendara awam. Tetapi tidak denganku, aku menikmati setiap fase ini dengan kegembiraan dan kepuasan, disini ekspresi dan kebebasan dapat tumpah selepas-lepasnya. Terlebih lagi pemandangan kelembah begitu indah, deretan perumahan kota Bandung dari kejauhan, diselingi pepohonan dan kebun sayur yang subur.

Perlahan tanjakan ini selesai dengan sesak mesin motor, berganti dengan suhu udara yang teramat sejuk. Nikmat, negitu besar kuasa tuhan, begitu kaya anugerah Nya bagi kita umatnya yang sering lalai bersyukur.

Penghentianku adalah sebuah cafe, di antara perbukitan ini. Cafe yang sering aku kunjungi bukan karena menu minuan dan kudapannya, tetapi lebuh dari itu aku sangat menikmati lokasinya. Cafe berdiri di pinggang bukit yang bagian belakangnya disangga tiang tinggi karena di belakang adalah lembah yang dalam. Tersusun artistik bangku-bangku dari kayu alami tua, dibentuk apa adanya. Tetapi dengan desain itu bangku-bangku ini kelihatan artistik dan indah.

Setelah memesan Cofee Late dan pisang keju aku duduk di ujung, jarak terdekat kepemandangan alam nan indah.  Angin sore tak henti-henti menerpa membawakan senandung bayu yang dingin. Angin yang begitu lembut menusuk belulang. Andaikan tidak memakai jaket sudah tentu dingin menjalari seluruh tubuh.

Yah, saat ini aku akan menikmati kesendirianku. Sengaja aku dating sendiri. Biasanya aku bersama para kolega se kantorku. Dan sebenarnya merekalah yang pertama mengajakku kesini.

Aku masih ingat, saat dulu kondisiku dalam keadaan labil karena ada prahara keluarga, mereka sepertinya menghibur dan mengajakku kesini. Aku jadi senyum sendiri. Betapa sahabat-sahabat terbaikku begitu perhatian dan sayang kepadaku. Aku sangat bersyukur sebagai orang yang bukan berasal dari sini aku diperlakukan sama. 

Dalam komunikasi pun aku belum bisa bicara dengan Bahasa Sunda. Jadi mereka harus bicara campur bahasa Indonesia dan Sunda. Tapi itu toh tidak pernah masalah buatku yang berbahasa Padang. Jika tujuan pembicaraan kepadaku maka dengan Bahasa Indonesia, jika mereka saja menggunakan Bahasa Sunda. Aku masih bisa menangkap maknanya kok.

Sambil menghirup nafas dalam-dalam dan membuangnya, selayak lagi meditasi aku coba melepaskan segala beban pikiran selepas-lepasnya menggantinya dengan aroma alam dan sejuk hutan.

Kuhirup dalam juga Cofee Late ku,  meletakkan cangkirnya pelan-pelan seakan aku begitu takut melukainya. Seperti jiwa dan hatiku yang sangat aku jaga agar tidak terluka dan melukai. Walau kenyataannya ada orang-orang yang terluka karenaku. Dan aku pun memaafkan semua orang yang pernah melukaiku.

Ya sudah, aku manusia kok, manusia tidak ada yang sempurna begitu kata pepatah. Karena kesempurnaan adalah milik Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun