Mohon tunggu...
Yuestika Kerenhapukh
Yuestika Kerenhapukh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

international relations student. curious by nature, often found sitting in front of a laptop, surrounded by dog fur. (views expressed here are my personal opinion)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ekofeminisme, Ketika Perempuan Berjuang untuk Ibu Bumi

7 Maret 2020   19:31 Diperbarui: 7 Maret 2020   20:10 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit: globalgreen on pinterest

Jika seorang perempuan yang hamil terpapar polusi udara, janin tersebut bisa permanently harmed – polusi udara juga telah terbukti mempengaruhi total pertumbuhan otak si janin. 

Selain itu, paparan polusi udara tingkat tinggi dapat memengaruhi siklus menstruasi perempuan itu sendiri – dan ga cuma waktu dia terpapar polutan ini, tetapi seumur hidupnya.

 Studi yang dilakukan oleh Loyola University Health System menunjukkan bahwa paparan polusi udara pada masa remaja perempuan dapat menyebabkan dia mengalami menstruasi yang tidak teratur saat dewasa (Loyola University Health System, 2013)

Dan kemudian ada dampaknya pada kesehatan anak-anak. Bahkan pada 2018, perempuan mengurusi sebagian besar masalah childcare dan domestic responsibilities, yang berarti bahwa mereka primarily in charge of keeping their kids healthy.  

Di beberapa daerah pun masih ada perempuan  yang harus memasak menggunakan kompor yang mengeluarkan asap yang dipenuhi jelaga. Jenis polusi ini dapat merusak kesehatan anak, dari asma hingga menyebabkan kanker di kemudian hari karena adanya karsinogen dalam asap.

Perubahan iklim kan ga membeda-bedakan tuh – or does it? Ternyata perempuan juga lebih mungkin terkena dampak negatif dari adanya rising sea level atau kenaikan permukaan air laut.

Perubahan iklim tuh mengakibatkan kekurangan makanan yang lebih frequent, dan selama masa kekurangan, kesehatan perempuan is more likely to  suffer daripada  laki-laki. 

Perempuan juga lebih mungkin meninggal setelah terjadinya bencana alam – perempuan juga jarang untuk dapat mengunjungi relief centers, dan kemungkinan besar hal ini dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, dan bahkan dalam beberapa budaya, mereka pun ga memiliki kesempatan untuk belajar berenang.

Gerakan ekofeminis sendiri sangat mungkin akan tumbuh lebih pesat di tahun-tahun mendatang karena semakin banyak perempuan terlibat dalam fight melawan perubahan iklim. 

Meskipun "the powers that be" lebih suka untuk terus menggunakan bahan bakar fosil dan mendukung sistem yang ga berkelanjutan, perempuan di seluruh dunia mulai berbicara dan melangkah keluar – coba lihat aja pakar perubahan iklim dan jurnalis Naomi Klein, direktur Sierra Club dan Beyond Coal Mary Anne Hitt, dan mantan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Margaret Chan (Misiroglu, 1999).

Namun banyak yang menganggap bahwa ekofeminisme sendiri merupakan gerakan yang ga sempurna – dan bahkan beberapa telah mengkritik kelompok-kelompok ini karena dianggap ekslusif terhadap women of color, atau karena terlalu fokus pada hubungan “mytical” antara perempuan dan alam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun