Mohon tunggu...
Yudo Mahendro
Yudo Mahendro Mohon Tunggu... Ilmuwan - sosiologi, budaya, dan sejarah

Alumni UNJ, belajar bersama Masyarakat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Diary

Alasan Maju dalam Pileg 2019

15 April 2021   09:03 Diperbarui: 15 April 2021   09:26 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak tahun 2010, saya sudah melakukan penelitian sosial. Kebetulan, sebagian besar wilayah yang dikaji di luar DKI Jakarta. Barulah pada tahun 2016, ada tawaran untuk melakukan kajian awal pembuatan RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) bersama Lab Sosio UI di wilayah Jakarta Pusat. Saya menjadi ketua peneliti di dua lokasi, di RPTRA Pulo Gundul Tanah Tinggi, Johar Baru dan RPTRA Serdang di Kemayoran. Selain itu, diminta membantu juga di RPTRA Rusun Tanah Tinggi, Johar Baru.

Pengalaman ini sangat berharga, kami tim di lapangan mengalami banyak kendala untuk membujuk para ketua RW dan tokoh informal lainnya untuk menerima program baru dari Pemda Jakarta ini. Khusus di Tanah Tinggi, kami mengalami penolakan yang frontal, mereka menolak secara terbuka. Kami pun belajar, bahwa tanah memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, apalagi di Jakarta Pusat. Selama ini, ada pihak-pihak yang menguasai lahan tersebut untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok, melalui penyewaan lahan parkir. Hal ini terjadi di dua tempat di Pulo Gundul dan Rusun Tanah Tinggi. Di Serdang kami tidak mengalami masalah yang signifikan, warga masih sangat guyub. Mereka hanya mengingatkan bahwa ruang tersebut harus tetap bisa digunakan untuk acara hajatan warga, karena minimnya ruang terbuka.

Dari situ, saya semakin tertarik melihat dinamika warga di Johar Baru. Proses pendekatan yang cukup intensif dengan lurah dan beberapa RW, serta tokoh masyarakat lainya membuat saya begitu jatuh hati, dengan kecamatan ini. Ini rimba di tengah kota, ring satu NKRI, Jakarta Pusat. Strategisnya wilayah ini berbanding terbalik, kriminalitas dan pelanggaran hukum sangat akrab bagi mereka. Tawuran warga, narkoba, putus sekolah, dan kriminalitas lainya sangat lekat dengan warga. Hal ini tentunya, tidak baik bagi kelangsungan generasi yang akan datang.

Saya pun kemudian ditawarkan, oleh para dosen, senior saya di Sosiologi untuk terlibat dalam suatu program yang dirancang oleh mereka, SKJB (Sekolah Komunitas Johar Baru). Saya setuju, semakin intenslah saya dengan warga Johar Baru, bahkan sudah menjadi bagian dari mereka. Hampir satu tahun saya tinggal di Johar Baru, kost gratis di rumah Proffesor Paulus Wirotomo di Jalan Narada No. 56.

Saya ditantang untuk menjalankan program, bahkan menjadi kepala sekolah SKJB. Tawaran yang cukup berat, karena selama ini saya lebih banyak bergaul dengan elit masyarakat, belum pernah intens dengan para pemudanya. Tabir misteri terkuak, saya banyak belajar dari mereka tentang arti solidaritas, kesitiakawanan dan kecintaan yang tinggi atas kampung mereka. Meskipun, acap kali diekspresikan negatif oleh mereka.

Johar Baru bagaikan rimba raya, begitu banyak gangster yang kelola oleh anak-anak muda. Belum lagi mafia narkobanya, tercium kuat namun tak tampak. Sulit menggabungkan mereka dalam satu wadah, karena ikatan emosional mereka dengan "gang" yang ada di gang-gang sempit. Bersyukur, waktu itu karena program RPTRA dikelola oleh PKK DKI Jakarta, maka kami cukup erat berkomunikasi dengan ketuanya, Ibu Veronika Tan.

Sosok yang saat ini popular, karena gugatan cerai suaminya mantan gubernur DKI Jakarta. Saya mengaguminya, sebagai seorang yang cerdas, cekatan, dan bekerja dengan hati. Atas dorongan dari Ibu Gubernur waktu itu, kami menggodok suatu regulasi guna membantu warga, khususnya generasi muda untuk bisa keluar dari belenggu masalah sosial. Setelah melalui ronde-ronde rapat yang panjang dengan para birokrat di level kelurahan, kecamatan, Kota madya, dan juga provinsi DKI Jakarta, kami bersyukur keluarlah Ingub No. 10 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan untuk Masyarakat Johar Baru.

Singkat cerita, Johar Baru merupakan ajang belajar yang cukup penting bagi saya. Campuran perspektif dari akademisi, birokrat, elit masyarakat, tokoh informal, dan juga generasi muda memperkaya kazanah saya tentang pembangunan sosial. Semua kepentingan saling berlomba melalui perspektif, saya sebagai salah satu bagian tentunya harus memilih, mana strategi yang harus diambil, karena saat itu saya bukan lagi hanya sebagai peneliti, namun juga sebagai aktor yang aktif.

Perbedaan pandangan mengenai strategi pemberdayaan kaum muda di Johar Baru, membuat saya memutuskan untuk berhenti sebagai kepala sekolah. Namun, tetap terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh SKJB dan kelompok masyarakat yang lainnya. Saya belajar, sangat penting untuk bisa melakukan kolaborasi bagi mereka yang memiliki niat dan kerja yang positif, namun itu tidak mudah perlu energy yang lebih, terutama untuk menurunkan ego masing-masing. Bersama kawan-kawan kami sudah mencoba melakukannya, melalui Festival Kampung Johar Baru dengan tema Warna-Warni Johar Baru pada tahun 2016. Tidak seperti biasanya, kami mengajak banyak elemen untuk bersama berkegiatan, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya.

Menjelang akhir tahun 2016, ada tawaran dari kolega yang saya hormati untuk terlibat dalam kancah politik, Pilkada DKI Jakarta. Bagi saya ini menarik, karena selama ini belum banyak tau tentang dapur para politisi. Namun, karena niat baik, untuk memberikan sumbangsih ide dan gagasan untuk Jakarta yang lebih baik kedepannya saya menerima tawaran tersebut. Saya terlibat aktif membantu tim sukses Agus Yudhoyono dan Sylviana murni dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Sebagaimana diketahui bersama, Pilkada Rasa Pilpres memang begitulah kondisinya. Dalam proses ini saya belajar tentang perspektif politik, terutama dari Agus Yudhoyono. Sebagai seoran perwira, saya agak kaget ia selalu berkata tentang "kepemimpinan dari hati" melalui banyak mendengar untuk memahami berbagai kesulitan masyarakat, khususnya di DKI Jakarta. Kami berbaur dengan teman-teman dan masyarakat, melalui gerilya lapangan mengunjungi pojok-pojok kampung Ibu kota untuk mendengarkan dan observasi lapangan dalam rangka mengetahui permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari. Meskipun kalah, kami tidak kecewa, malah semakin bersemangat untuk menjadi motor perubahan di masyarakat DKI Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun