Mohon tunggu...
Yudo Mahendro
Yudo Mahendro Mohon Tunggu... Ilmuwan - sosiologi, budaya, dan sejarah

Alumni UNJ, belajar bersama Masyarakat Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Corona, Siklus Sejarah, dan Spiritualitas

10 April 2020   08:43 Diperbarui: 10 April 2020   09:00 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wabah Corona yang kita alami saat membawa kita untuk mengenang Flu Spanyol yang juga melanda seantero jagad 1 abad yang lalu. Banyak kemiripan antara Flu Spanyol dan Corona, seperti dari sisi biologi molekuler, cara penyebaran, dan luasan wilayah terdampak. 

Di Indonesia, yang pada saat wabah Flu Spanyol masih bagian dari Hindia-Belanda, data resmi mencatat sekitar 1,5 juta orang meninggal dunia. Namun, dari beberapa penelusuran digital, ada yang memprediksi korban jiwa yang jatuh lebih banyak dari itu, mengingat adanya keterbatasan administrasi pada waktu itu. Apalagi dalam system kolonialis, hal yang menyangkut kaum bumiputra tidak begitu dianggap penting untuk ditelusuri lebih jauh.

Masyarakat Jawa mengingat peristiwa ini dengan istilah 'pageblug'. Situasi yang sangat mencekam karena banyak orang yang meninggal dunia dengan cepat. Pagi sehat kemudian sore meninggal, begitu setidaknya pesan yang sampai kepada generasi saat ini.

Jika kita konsisten menggunakan sejarah sebagai bahan refeksi untuk melihat kejadian pandemic yang kita alami. Tentunya, tidak bisa melihat peristiwa Flu Spanyol saja. Ada rangkaian peristiwa-peristiwa penting yang menyertai kejadian itu. Flu Spanyol mewabah setelah perang dunia ke 1 selesai. Keganasan perang ini terpotret dalam film yang baru saja dirilis '1917' antara Jerman melawan Inggris.

Yudi Latif kemarin (9/4/2020) menulis di Kompas tentang pentingnya akrab dengan spiritualitas dalam menghadapi wabah Corona ini. Pada awal tulisan ia mengutip pesan Raja George VI kepada masyarakat Britania Raya dalam menghadapi resesi ekonomi tahun 1930an. Entah disengaja atau tidak, Yudi Latif seperti memberi peringatan kepada kita semua tentang keberlanjutan rangkaian persitiwa penting setelah wabah Flu Spanyol yaitu resesi ekonomi global.

Presiden Jokowi dari Medan Merdeka Utara kemarin juga memberikan pidatonya terkait paket bantuan untuk masyarakat miskin akibat terhentinya aktivitas ekonomi. Bantuan yang diberikan ialah untuk membantu keperluan akomodasi masyarakat, seperti bantuan sembako, uang tunai, dan juga diskon tarif listrik.

Pada hari yang sama ritel fashion terbesar di Indonesia mengumumkan menutup semua tokonya, dibeberapa stasiun televisi menyiarkan bagaimana peristiwa haru para karyawan saling berpelukan untuk melepas beban sekaligus untuk sama-sama berpamitan. Kondisi ini bukan hanya dialami oleh bangsa Indonesia. ILO organisasi buruh sedunia mengatakan bahwa ada 1,25 pekerja terancam PHK akibat dari virus corona.

Kalau kita Kembali melihat sejarah Indonesia. Pada saat resesi ekonomi global tahun 1930an, terjadi serangkaian aksi mogok. Kita mengenal lewat buku sejarah "Si Raja Mogok" Suryopranoto yang tak lain adalah adik dari Ki Hajar Dewantara. Kemudian juga, muncul tokoh-tokoh muda seperti Semaun, Alimin, dan Darsono yang memang mengamini Marxisime untuk melakukan serangkaian aksi mogok kerja.

Oleh karenanya, perlu untuk kita mengantisipasi serangkaian kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan kita alami kedepan. Bagi hampir semua pengusaha ini merupakan beban berat, mengingat tidak lama lagi ada hari raya yang mengharuskan mereka memberikan THR bagi para pekerja. Terhentinya aktivitas ekonomi membuat mereka harus menyiapkan pengeluaran tanpa ada pemasukan. Perlu ada keterbukaan dengan para pekerja dalam menghadapi situasi sulit ini.

Dengan demikian, beban pikiran Sebagian besar kita yang sudah mulai jenuh dan bosan ada di rumah, harus ditambah untuk memikirkan bagamana kelangsungan ekonomi pasca Corona. Membaca pandemic dalam kerangka siklus sejarah tentunya membawa kita pada kengerian-kengerian. Karena sebagaimana kita ketahui setelah itu ada peristiwa Perang Dunia ke II.

Kita perlu mengedepankan sisi spiritualitas kita dalam situasi seperti ini. Apalagi bagi umat Islam kita akan mengahapi bulan Ramadhan. Satu fasilitas mewah yang bisa kita optimalkan selama menjalani kegiatan di rumah saja  untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun