Mohon tunggu...
Yudistira Pratama
Yudistira Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Sang Pemimpi(n)

Lantang tanpa suara!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Harapan dan Masa Depan para Birokrat

8 Maret 2020   12:25 Diperbarui: 12 Maret 2020   00:07 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) (Sumber: CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com)

Mengingat pentingnya peranan birokrasi, Pemerintah saat ini tengah gencar - gencarnya mencanangkan Reformasi Birokrasi (RB) guna mewujudkan Birokrasi yang bersih, bertanggung jawab serta melayani. 

Gerakan perubahan ini berangkat dari citra negatif birokrasi sebelumnya yang sering diidentikkan oleh masyarakat sebagai organisasi yang lambat, kurang berdedikasi dan selalu berpegang teguh pada motto Kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat?

Akan tetapi itu adalah cerminan birokrasi Tempo Doeloe yang sudah mulai ditinggalkan di era yang sekarang. 

Reformasi Birokrasi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai Good Governance dengan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.

Terlepas dari usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki birokrasi di Indonesia, saya memiliki pemikiran yang mungkin saja bisa menjadi perhatian pemerintah dalam meningkatkan peranan birokrasi sebagai The Most Important Organization in The World.

 Penegasan kedudukan Birokrasi dalam Politik

Saya memiliki analogi tersendiri dalam memandang Birokrat (Pelaku Birokrasi) dan politik, ibarat seekor ikan yang hidup di habitat yang tercemar oleh minyak, kehidupan birokrasi tidak bisa lepas dari dunia politik, apabila tingkat kewajaran minyak yang mencemari habitatnya melebihi batas kewajaran maka birokrasi bisa mengalami disfungsi. Kondisi ini memang tidak bisa dihindarkan karena posisi birokrasi yang berada langsung di bawah pejabat Politik (Top Leader).

Pada Level Pemerintahan Daerah, Bupati/Walikota/Gubernur yang berhasil memenangkan kontestasi Pilkada setelah dilantik dengan sendirinya akan menjadi atasan para birokrat di daerah sekaligus  memegang kewenangan sebagai PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang berwenang dalam melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian dan pembinaan manajemen ASN (PP Nomor 11 Tahun 2017).

Kewenangan yang dimiliki oleh PPK dalam hal manajemen ASN ini tentunya menjadi peluang tersendiri bagi sebagian birokrat yang menjadi bawahannya, oleh karenanya pada setiap pelaksanaan Pilkada sebagian birokrat di negeri ini mulai merapatkan barisan pada kandidat yang mereka yakini berpeluang untuk menang dengan harapan ketika Calon Kepala Daerah ini berhasil mereka hantarkan ke kursi kemenangan mereka akan mendapatkan feed back berupa promosi jabatan ataupun bentuk keuntungan lainnya. 

Secara aturan ASN tidak boleh melakukan politik praktis, akan tetapi di sisi yang lain ASN memiliki 1 (satu) suara politik untuk menentukan pilihannya. 

Terlepas dari boleh tidaknya ASN mendukung ataupun memobilisasi massa untuk memilih kandidat tertentu, dampak yang ditimbulkan dari fenomena ini dapat menyebabkan disfungsi birokrasi sebagaimana yang saya kemukakan sebelumnya, apa yang mendasari pemikiran ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun