Mohon tunggu...
Yudi Rahardjo
Yudi Rahardjo Mohon Tunggu... Sales - Engineer, Marketer and Story Teller

Movie Enthusiast KOMIK 2020 | Menulis seputar Worklife, Movie and Hobby

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kematian Media Cetak

10 Maret 2017   21:39 Diperbarui: 4 April 2017   17:14 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : http://mix.co.id/headline/media-cetak-di-era-disruption

Di era “Kekinian” sekarang ini, buku, koran, majalah dan media cetak lainnya sudah semakin ditinggalkan. Informasi yang ditulis dalam media cetak dianggap bukan lagi sumber informasi yang up to date dan sudah ketinggalan zaman  Sudah bukan zamannya kemana-mana bawa buku, koran tabloid atau majalah, sekarang kemana-mana tinggal bawa gadget yang canggih dan bisa digunakan untuk mencari berbagai informasi, sudah dirasa lebih dari cukup. 

Memang kalo dilihat dari bebeapa sisi memang media cetak kalah dibanding media online, beberapa kekurangannya antara lain adalah jika media cetak kurang update, karena paling cepat media cetak bisa dipublikasikan satu hari sebelumnya (seperti koran yang terbit harian) tidak seperti media elektronik yang bisa dipublish kapan saja, selain itu media kertas yang digunakan media cetak juga dianggap tidak efisien, karena setelah dibaca kertas akan menumpuk dan malah menjadi sampah, tidak seperti saat membaca media elektronik, setelah dibaca ya tinggal diclose,maka  tidak ada sampah yang menimbun setelahnya.

Dengan semakin ditinggalkannya media cetak ini, membuat beberapa media cetak jadi gulung tikar, seperti beberapa majalah dan koran seperti majalah remaja perempuan KAWANKU, tabloid remaja GAUL, majalah remaja perempuan ANEKA-YESS, majalah kumpulan cerpen STORY, majalah SASTRA HORISON, majalah pra-remaja perempuan GIRL dan masih banyak lainnya. Beberapa memang masih bisa terbit, seperti majalah remaja pria HAI dan majalah anak BOBO, kedua majalah ini sudah bisa dibilang “berumur” dan sudah punya basis pembaca tersendiri, meski sudah berkali kalo bertransformasi mengikuti perkembangan zaman, tapi ada masalah lain yang juga harus dihadapi, masalahnya adalah harga kertas yang tiap hari makin mahal, dengan tingginya harga kertas tentu harga jual majalah ini haru pula naik, tapi naiknya harga jual bisa membuat pembaca jadi kabur, salah saru carannya seperti yang dilakukan majalah HAI, yang dulunnya terbit mingguan dengan harga Rp. 15.000,- sekarang berubah terbitnya menjadi bulanan dengan harga Rp. 25.000,-. Berbeda dengan “adiknya” majalah HAI (HAI dan BOBO masih dalam satu lingkup penerbit yaitu KOMPAS Gramedia) , majalah BOBO tetap terbit mingguan dari dulu sampai sekarang, tetapi tiap tahunnya hargannya naik Rp.1000,- hingga Rp. 2000,- dari yang dulu tahun 2000an hargannya masih sekitar Rp.5000,- hingga sekarang hargannya Rp. 13.000,-.

Majalah Bobo sekarang
Majalah Bobo sekarang
Beberapa media cetak yang sudah tidak terbit lagi ini, beralih ke media online seperti kawanku yang beralih ke media online cewekbanget.idyang bekerja sama dengan LINE sehingga artikelnya sering direkomendasikan dari LINE TODAY, majalah HAI dan majalah BOBO juga sudah menciptakan versi onlinenya, berjaga-jaga jika suatu hari versi cetaknya sudah tidak bisa kita temukan, majalah HAI dengan Hai-online.com dan majalah BOBO dengan kidsnesia.com . Ada media cetak yang beruntung adapula yang buntung, setelah versi cetaknya mati, versi onlinenya belum disiapkan, maka sudah tidak bisa diselamatkan lagi, media cetaknya Cuma bisa kita kenang saja namannya dan cerita-cerita yang biasanya kita jumpai saat membukannya lembar demi lembar.

Referensi :

1,2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun