Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gen Z, Bonus Demografi, dan Masa Depan Indonesia

1 Desember 2016   13:49 Diperbarui: 1 Desember 2016   13:56 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Z: sumber gambar http://mix.co.id/news-trend/bersiap-dengan-generasi-z-siapakah-mereka

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan pada tahun 2035 Indonesia memiliki penduduk sekitar 305,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 68,1 persen (207,8 juta) adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun). Jumlah usia produktif sebanyak itu bisa menjadi berkah sekaligus masalah bagi Indonesia. 

Jika dikerucutkan lagi, usia paling produktif seseorang biasanya ada di rentang 25-40 tahun. Artinya, mereka yang lahir pada rentang 1995-2010 adalah kelompok generasi emas yang akan menjadi tulang punggung bonus demografi di tahun 2035. Bila merujuk pada teori generasi, kelompok yang lahir pada pergantian milenium itu disebut dengan Generasi Z.

Generasi Z hadir pada masa di mana teknologi informasi berkembang pesat dan internet adalah mainan menarik yang menggantikan mainan tradisional pada era generasi sebelum mereka (baby boomers, Gen X, dan Gen Y). Tidak mengherankan bila Generasi Z sangat fasih berkreasi dan berinovasi dengan teknologi informasi. Mereka adalah bagian dari masyarakat global yang sangat menjunjung inklusivitas, namun terkadang mengabaikan proses dan ingin mendapatkan hasil akhir dengan segera.

Uniknya, tiap generasi memiliki pola kepribadian dan perilaku yang khas. Perbedaan masa kelahiran amat berpengaruh terhadap gaya hidup dan pola pikir seseorang, yang disebut pengaruh kohor. Secara harfiah, kohor berarti kelompok. Pengaruh kohor disebabkan oleh perbedaan waktu kelahiran atau periode generasi. 

Generasi yang lahir pada tahun berdekatan akan menghadapi situasi masyarakat, paparan teknologi, dan budaya yang hampir sama, sehingga mereka memiliki kekhasan perilaku yang tidak terdapat pada generasi sebelum atau sesudahnya. Perbedaan karakter antargenerasi ini berpotensi menjadi sinergi atau malah memunculkan konflik. Jika demikian, bagaimana cara mengoptimalkan kontribusi Generasi X untuk kemajuan peradaban Indonesia?

Agar Generasi Z mampu menjadi generasi emas di tahun 2035, Generasi X (lahir pada tahun 1965-1980) dan Generasi Y (lahir pada tahun 1981-1994) harus mampu menjadi mentor yang baik. Perbedaan karakter dan perbedaan kebiasaan sangat mungkin memicu konflik antargenerasi. Jangan sampai ada generasi yang merasa era mereka adalah yang terbaik, karena pada dasarnya tiap generasi memiliki keunikannya sendiri. 

Contohnya, jika pendidik di era generasi 1980 hingga 1990-an banyak menerapkan cara belajar satu arah terhadap siswa mereka, pendidik yang mendampingi Generasi Z harus mampu menggunakan perangkat multimedia yang interaktif. Sejak lahir, Generasi Z sudah akrab dengan berbagai gawai dan mainan yang terkait dengan teknologi informasi, sehingga lumrah bila mereka tumbuh dengan ciri khas teknologi informasi yang multitaskingdan ingin segalanya serba cepat.    

Keunikan Generasi Z dapat menjadi batu sandungan jika tidak dilekatkan kepada kearifan lokal bangsa Indonesia. Apalagi masa kanak-kanak Generasi Z sangat berbeda dengan pendahulunya, di mana mereka lebih banyak terpapar permainan berbasis teknologi daripada permainan tradisional yang kental unsur kolektivitas. 

Orang tua tidak mungkin melarang Generasi Z menggunakan teknologi. Salah satu cara yang dapat dilakukan orangtua adalah menunda pemberian perangkat teknologi, terutama ponsel, kepada anak. Kalau pun harus diberikan, misalnya untuk kebutuhan berkomunikasi saat anak sekolah, bekali anak dengan ponsel standar yang hanya ada fitur telepon dan pesan singkat. Cara ini hanya berlaku jika orangtua mampu mengontrol perilaku mereka sendiri ketika menggunakan gawai. Orangtua yang adiksi terhadap gawai mustahil menerapkan pola demikian kepada anaknya.

Generasi X dan Y yang menjadi orangtua dari Generasi Z juga harus paham bahwa jenis profesi dan pekerjaan di masa depan sangat berbeda dengan saat ini. Orangtua kerap khawatir bila anaknya memilih jurusan yang tidak umum, padahal Generasi Z justru akrab dengan dunia yang mungkin tidak pernah didengar oleh orangtua mereka. 

Sepuluh tahun lalu, siapa yang mengira bahwa sosial media bisa menghasilkan keuntungan finansial sangat besar? Lewat kemampuan menulis di internet misalnya, saat ini ada profesi sebagai fashion blogger, food blogger, dan travel bloggeryang amat menjanjikan bila ditekuni secara serius. Nama profesi itu bisa jadi sangat asing di telinga orangtua Generasi Z yang umumnya berkarier di pekerjaan formal. Jika orangtua tidak paham masa depan seperti apa yang akan dihadapi anak mereka, maka orangtua hanya menjebak anak pada masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun