Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cemas di Masa Pandemi, Wajarkah?

11 April 2020   13:02 Diperbarui: 11 April 2020   13:26 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pikiran-rakyat.com

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Coronavirus Disease (Covid-19) sebagai pendemi pada 11 Maret 2020. Penetapan itu didasarkan pada persebaran virus yang secara geografis telah mencapai 205 negara (pemutakhiran tanggal 4 April 2020), termasuk Indonesia. Merespons pandemi ini, Presiden menyampaikan pidato pada tanggal 15 Maret 2020 yang salah satu pesannya adalah meminta masyarakat untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. 

Selain beraktivitas dari rumah, masyarakat juga diwajibkan melakukan physical and social distancing yang menjadi protokol bila seseorang terpaksa harus berkegiatan di luar rumah. Kini sudah hampir empat pekan masyarakat diminta beraktivitas dari rumah. Adakah dampak berkegiatan secara penuh di rumah terhadap kesehatan mental?

Selama masa beraktivitas dari rumah, penulis banyak menerima konsultasi yang masuk lewat surel dan aplikasi pesan singkat yang bernada sama: cemas karena pandemi. Meskipun detail kasusnya berbeda, benang merahnya adalah kekhawatiran yang meningkat akibat banjir informasi mengenai Covid-19 di media sosial dan media massa. 

Beberapa klien menanyakan apakah wajar bila mereka tiba-tiba merasakan nyeri di tenggorokan setelah membaca informasi tentang Covid-19. Saat beraktivitas di rumah, kita lebih mudah untuk mengakses televisi atau sumber informasi yang lain. 

Stres muncul akibat terpapar secara terus menerus dengan informasi Covid-19. Penulis pun merasakan demikian. Berkegiatan di rumah, bila tak diatur, justru malah membuat produktivitas berkurang dan dapat meningkatkan kekhawatiran di masa pandemi ini. Lalu apa yang dapat kita lakukan agar kesehatan mental tak terganggu saat beraktivitas dari rumah?

Cemas, Takut, dan Kesehatan Mental

Dalam bahasa awam, istilah kecemasan dan ketakutan kerap digunakan dalam konteks yang terbolak-balik. Perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan terletak pada karakteristik sumbernya. Kecemasan bersumber dari suasana hati terhadap peristiwa di masa depan (belum terjadi), sedangkan ketakutan berasal dari ancaman fisik yang nyata pada kejadian yang terjadi saat itu juga (sudah terjadi) (Durand dan Barlow, 2012).

Contohnya, perasaan deg-degan ketika akan berbicara di depan umum lebih tepat dikategorikan sebagai kecemasan daripada ketakutan. Mengapa? Karena sebenarnya rasa deg-degan timbul dari persepsi kita terhadap situasi yang akan datang. Kita membayangkan tentang penilaian orang lain, membayangkan mengenai penampilan di depan umum, dan imajinasi lainnya. Padahal belum tentu situasi nyata yang akan kita hadapi akan seperti itu. Kurangnya informasi mengenai situasi yang akan dihadapi juga bisa menimbulkan perasaan cemas.

Sekarang bagaimana jika misalnya Anda berada di kebun binatang dan tiba-tiba ada harimau yang lepas dari kandangnya? Apakah Anda merasa deg-degan juga? Anda pasti akan melakukan salah satu di antara respon berikut: Fight (melawan situasi), flight (lari dari situasi tersebut), atau freeze (terdiam dan tak bisa berbuat apa pun). Ketiga respons tersebut menandakan bahwa Anda mengalami ketakutan. 

Rasa takut adalah respon fisiologis dari situasi yang sedang dihadapi langsung oleh seseorang, bukan situasi di masa depan. Jika ketakutan muncul secara irasional dan mengganggu fungsi kehidupan Anda (fungsi dalam keluarga, fungsi sosial, dan fungsi di dalam pekerjaan/pendidikan), itulah yang dinamakan dengan fobia (Nevid, Rathus, dan Greene, 2018). Kalau begitu, perasaan tidak nyaman yang muncul akibat pandemi Covid-19 ini termasuk ke dalam kecemasan atau ketakutan?

Perbedaan ini dapat ditelaah lewat seberapa dekat sumber ketidaknyamanan tersebut dengan seseorang. Bagi individu yang sehat tetapi banyak terpapar informasi mengenai pandemi sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap kesehatan dirinya, situasi ini dapat dikategorikan sebagai kecemasan. Sementara bagi pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dengan positif Covid-19, bila mereka merasakan sensasi fisiologis maupun psikologis yang tidak nyaman akibat penyakit yang sedang dihadapi, itu adalah kondisi ketakutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun