"Duh, Aa bingung, itu persoalan yang cukup pribadi banget!"
Namun, tiba-tiba saja Ia memeluk tubuhku dengan erat. Air matanya jatuh, dan Ia menangis tersedu-sedu.
Secara perlahan, aku pun melepaskan pelukannya. Lalu, aku memegang pipi kiri dan kanannya lewat kedua telapak tanganku.
"Sudah, lihat mata Aa! Soal pacar kamu, Aa gak mau terlalu mempersoalkan, karena kalau pria sudah kasar sama wanita, sebaiknya putusin aja sama kamu. Tapi, Aa gak bisa sesimpel itu ngasih saran ke kamu!"
Ia mulai menatap mataku.
"Aa juga sama, coba, apa kamu lihat ada orang selain Aa di sini? Keluarga Aa jauh lebih parah dari kamu, Aa 'broken home', ketemu sama kedua orang tua Aa tuh cuman 1 bulan sekali, itu pun kalau kebetulan gak ada kerjaan mendesak."
Secara perlahan, raut wajahnya mulai berubah. Entah hal apa yang membuatnya bisa tersenyum kepadaku, bahkan menatap mataku dengan tajam.
"Aa! Hemmmm!"
Ia kembali memeluk tubuhku.
"Apakah perasaan kamu sudah lega?"
"Udah!"