Mohon tunggu...
Yudhistira Widad Mahasena
Yudhistira Widad Mahasena Mohon Tunggu... Desainer - Designer, future filmmaker, K-poper, Eurofan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

He/him FDKV Widyatama '18

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

#MendadakDakwah Eps 28: Renungan Akhir Ramadan (Episode Terakhir)

30 April 2022   17:34 Diperbarui: 30 April 2022   17:35 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Bismillahirrahmanirrahim.

Di #MendadakDakwah episode 28 ini, yang sayangnya menjadi episode terakhir sebelum saya bertolak ke luar kota untuk pulang kampung, saya akan memberikan sebuah renungan akhir Ramadan. Silahkan dibaca sampai habis, karena dijamin menyentuh hati.

Teman-temanku, kita tak terasa sudah satu bulan menjalani puasa Ramadan. Kita telah melakukan aktivitas masing-masing, baik bekerja, bersekolah, berkuliah, atau bahkan ada yang mengantar-jemput anak kita sekolah jika sudah berkeluarga. Kita tidak makan dan minum dari pagi sampai sore, menahan lapar, haus, dan amarah untuk melatih emosi sambil membayangkan rasanya teman-teman kita yang tidak bisa makan. Tentu kita lebih mujur dari mereka, namun iba membayangkan mereka yang terpaksa berbuka puasa dengan garam. Atau dengan lauk yang sudah basi, karena sudah tidak ada makanan lagi.

Saya memberi Anda waktu untuk menutup mata dan membayangkan, ketika Anda sudah pulang dari kantor, sekolah, atau bahkan kampus, Anda ingin menyapa orang tua Anda, dan ketika Anda masuk gerbang kompleks, Anda melihat bendera kuning. Dan bendera kuning tersebut tepat di pagar depan rumah Anda. Anda mengucap salam, tetapi tidak ada yang menjawab. Langsung Anda masuk ke ruang tengah hanya untuk melihat beberapa ibu-bapak sedang menangisi jasad seseorang yang telah terbujur kaku dan terbungkus kain kafan. Dan sosok yang telah terbungkus kain kafan itu adalah orang tua Anda.

Air mata Anda tumpah. Anda berteriak sekuat-kuatnya. Anda menangis karena menyesal belum bisa membahagiakan orang tua Anda untuk terakhir kalinya.

Kita dilahirkan ke dunia bukan dikirim seekor bangau. Kita dikandung selama 9 bulan 10 hari oleh seorang wanita yang kita panggil ibu kita. Tugas ibu bukan hanya sekedar wanita yang menyusui kita, menyuapi kita semasa kecil, memasak apabila kita lapar, mengantar kita ke sekolah dulu, dll. Seorang ibu juga seorang panutan bagi anaknya, sekaligus teman berbincang. Ibu juga bisa menjadi guru yang membantu anaknya belajar, dan psikolog yang bisa menjadi tempat konsultasi jika anaknya punya masalah secara psikologis.

Bayangkan lagi. Sudahkah kita berbakti kepada ibu kita? Kesalahan apakah yang sudah kita perbuat pada ibu kita? Mencaci-maki, berkata "uh" atau "ah", memukul, menendang, atau marah karena disalahkan untuk sebuah kesalahan kecil yang kita perbuat atau bahkan tidak kita lakukan sama sekali?

Kita keterlaluan.

Ibu kita susah payah merawat kita semenjak kita berada dalam kandungan. Makanan sehat masuk ke dalam perut ibu kita yang nantinya kita akan konsumsi untuk memastikan kita lahir sebagai bayi yang sehat. Setelah dilahirkan, kita akan melalui proses belajar secara bertahap sebelum nantinya paham bahwa tugas kita di dunia adalah sebagai khalifah di muka bumi. Setiap manusia adalah khalifah, karena manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling sempurna, dengan akal dan hawa nafsu. Sehingga, Allah SWT menunjuk manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Anak yang gemar melawan orang tuanya tidak menggunakan akalnya dengan baik, sehingga tidak bisa dipastikan menjadi khalifah yang baik. Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk mengurus, mengelola, memanfaatkan, dan memelihara karunia Allah sebagai sumber penghasilan, dunia usaha, dan untuk kemaslahatan bersama, maka IPTEK, keahlian, dan keterampilan merupakan persyaratan yang harus dimiliki.

Adapun peranan manusia sebagai khalifah sesama manusia di antaranya tanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat, dan alam, terutama anak terhadap orang tuanya. Anak yang gemar melawan orang tuanya berarti tidak memainkan peranannya sebagai khalifah sesama manusia dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun