Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tarif Pelayanan Kesehatan, antara Partisipasi dan Kedokteran Presisi

18 Januari 2023   11:00 Diperbarui: 18 Januari 2023   11:04 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Naik! Tarif pelayanan kesehatan sesuai PMK No 3/ 2023 mengalami kenaikan. Dalam keputusan setebal  721 halaman tersebut, eskalasi nilai layanan disahkan. Penantian panjang. Sudah sejak 2016 biaya jasa layanan stagnan, alias tidak naik. Secara ekonomi, nilainya sudah tergerus inflasi dan biaya operasional. Meski begitu, kenaikan kali ini patut diapresiasi.

Agaknya, tidak seperti tarif tol yang kerap mengalami penyesuaian berkala. Pemberi layanan kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan, yang juga merupakan kombinasi penyelenggara milik pemerintah dan swasta, musti agak panjang menahan napas. Pemberi layanan bersifat price taker -pasif menerima harga, dibanding berlaku sebagai price maker -pembentuk harga.

BPJS Kesehatan merupakan program nasional yang terbilang sangat ideal. Target kepesertaan sejumlah populasi, seluruh penduduk. Premi iuran terbilang rendah, karena konsepnya asuransi sosial berbasis gotong royong. Tetapi rentang penjaminan pelayanan kesehatannya terbilang sangat besar. Dengan ilustrasi tersebut, mudah ditebak defisit anggaran adalah bahaya yang mengintai.

Kondisi berubah semenjak pandemi, BPJS Kesehatan mengalami surplus. Efek akumulasi dari kenaikan premi dan penurunan utilisasi, disebabkan kekhawatiran penularan wabah. Dengan situasi tersebut, kocek BPJS Kesehatan mulai terisi. Dalam konteks pengelolaan cash flow, ada saldo cash in dibanding cash out. Di titik itu, kenaikan tarif pelayanan menjadi rasional untuk mengalami penyesuaian.

Problemnya menjadi terasa sangat berat, bagi institusi pelayanan kesehatan swasta yang sangat bergantung atas pendapatan layanan, dibanding dengan sejawatnya di rumah sakit milik pemerintah atau BUMN bila tidak terjadi eskalasi biaya secara reguler. Mengapa? Karena biaya operasional terus mengalami kenaikan, sebut saja listrik, pajak, perijinan dan yang sudah pasti biaya tenaga kerja.

Kesehatan adalah hal dinamis, mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sesuai dengan kondisi masyarakat. Pandemi adalah contoh riil anomali di bidang kesehatan yang pernah kita hadapi. Dalam situasi pandemi, wajah kita tertuju pada upaya penguatan sistem ketahanan kesehatan nasional, dan hal itu yang seharusnya diperkuat secara berkelanjutan di masa setelahnya.

Hilangnya Partisipasi

Segera seusai PMK No 3/ 2023 rilis, pembahasan dilakukan di banyak tempat. Tidak hanya menyoal tentang besaran kenaikan yang dirasakan masih dalam taraf yang terbatas. Tetapi juga menyangkut persoalan bagaimana rumusan dan formulasi tarif setebal 721 halaman yang rinci tersebut berasal? Siapa yang mengusulkan? Adakah asosiasi, profesi dan representasi publik dilibatkan? Masih misteri.

Padahal, kunci dari sebuah kebijakan yang ditujukan bagi kemaslahatan publik, adalah menyelesaikan persoalan dengan tidak menyisakan ruang persoalan baru. Dalam arti, proses partisipasi dan keterlibatan merupakan bagian penting dalam elemen pembuatan kebijakan yang tepat serta sesuai dengan tujuannya, yakni menyelesaikan permasalahan publik itu sendiri.

Inti pokoknya, tarif naik. Catatan kaki yang tersisa juga terbilang besar. Dalam prolog sosialisasi, disebutkan dalam kalimat pembuka kepada para pemberi layanan kesehatan, tentang kepastian tidak akan naiknya iuran premi BPJS Kesehatan hingga 2025. Sesuatu yang terbilang premature dalam kerangka proyeksi keuangan, terlebih kita tidak akan mampu memprediksi kondisi ekonomi mendatang.

Menggunakan premis bila premi tidak akan naik hingga 2025, bisa dipastikan kenaikan tarif kali ini juga akan menyertainya, sehingga sulit untuk dilakukan penyesuaian harga kembali hingga 2025. Situasi yang deadlock. Kita semua berharap program BPJS Kesehatan terus dapat berjalan dalam fungsi perluasan bagi akses kesehatan publik. Sementara pada saat yang bersamaan, kita juga menginginkan semua elemen yang terlibat di dalamnya ikut berperan serta secara optimal. Meminimalisasi konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun