Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Omicron, Pelanjut Pandemi

14 Januari 2022   08:54 Diperbarui: 14 Januari 2022   08:58 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gentayangan. Hantu dari varian baru mutasi virus Corona berjenis Omicron kini menjadi persoalan baru, seolah memperpanjang nafas pandemi. Tidak henti dirundung malang, status darurat kesehatan belum kunjung selesai, di ranah politik lantas disikapi dengan usulan untuk memperpanjang kekuasaan.

Tekanan Omicron, tentu harus dipandang dalam kerangka ilmiah sebagai sebuah mekanisme pembentuk keseimbangan relasi manusia sebagai inang dan virus. Tetapi kemunculan ini sekaligus mendorong upaya untuk memahami, lebih dari sekedar menjelaskan fenomena pandemi.

Kita tentu tidak dapat memandang Omicron, hanya sebagai varian flu dari Sub-Sahara Afrika, tetapi juga memperhatikan secara serius persoalan ketimpangan ketahanan kesehatan. Sebaran penyakit menular dengan sebaran kecepatan tinggi tidak memandang negara maju maupun miskin.

Prinsipnya, no one si safe until everyone is. Dengan begitu, upaya penanganan bersama diperlukan. Dibutuhkan respon global, namun pada realitanya sulit membuat kredo tersebut membumi. Kolaborasi antar bangsa dengan nama misi kemanusiaan, masih jauh dari terjadi.

Ilmu pengetahuan terus melakukan update atas fenomena pandemi. Kita berada disituasi dimana kemampuan untuk menjelaskan relasi kausalitas, yang menjadi ciri khas ilmu alam menghadapi keterbatasan besar dalam menerangkan sebuah kejadian. Corak khas manusia -bounded rationality.

Sementara itu, ditingkat lokal, sumberdaya pengetahuan kita dalam kerangka lembaga penelitian nasional mengalami guncangan akibat sentralisasi dan kericuhan akibat invisible hand. Kepentingan penelitian untuk keluar dari pandemi, dipaksa selaras dalam kerangka politik serta ideologis.

Pelajaran penting dari perkara pandemi, sesungguhnya bukan melulu tentang pengetahuan ilmiah mengenai virus dan ekosistemnya, ini tentang manusia dan kehidupan sosial, melihat perilaku dan respon umat manusia, atas sebuah permasalahan bersama yang mengancam eksistensinya.

Bahwa dalam paparan pandemi, berbagai sektor secara serta-merta ikut terhimpit, maka hal itu tidak terkecuali mengenai manusia dan mobilitas ekonominya, berhadapan dengan pemaknaan akan solidaritas dan nilai kemanusiaan itu sendiri.

Episode pandemi dalam lakon Omicron, adalah sebuah kelanjutan dari momen kontemplatif manusia untuk kembali berpikir reflektif. Bahwa yang normal adalah ketidaknormalan, situasi ketidakmenentuan adalah sebuah kenyataan, dan dalam kondisi tersebut yang seharusnya muncul adalah kesadaran.

Kita menyadari bahwa kita tidak bisa hidup tanpa keberadaan pihak lain, sejatinya kita adalah makhluk sosial, maka disiplin dalam menjaga protokol sehat menjadi mutlak. Kewarasan adalah padanan yang harus dijaga, agar kita mampu mencerna secara kritis apa yang terselubung dari sebuah peristiwa.

Pada kajian Saifur Rohman, Berpikir Kritis, 2021 dinyatakan bahwa kita harus berupaya untuk mencapai kebenaran dari situasi yang berlimpah informasi, mendekatkan akar berpikir secara kritis untuk memisahkan perkara pokok tentang hal benar dari pengacau serta pengotornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun