Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia dan Kemanusiaan

8 Januari 2022   10:01 Diperbarui: 8 Januari 2022   10:13 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baik atau buruk? Kita terlahir dalam hakikat yang membawa sifat-sifat baik atau bergumul dengan kehidupan yang buruk. Pertanyaan besar itu menggantung di benak para peneliti, ketika melakukan kajian mengenai manusia. Lalu mengapa perang, kejahatan dan kebengisan tercipta? Apa penyebabnya?

Kisah sepasang kekasih di Garut, yang mengalami kecelakaan lalu lintas, dan berakhir dengan pembuangan korban oleh pelaku, menyisakan pilu. Bagaimana mungkin hal sekeji itu terjadi? Dalam lintasan kondisi psikologis seperti apa yang menyebabkan situasi tersebut hadir sebagai sebuah realitas?

Pada kenyataannya manusia memang merupakan spesies yang menarik. Dengan segala kemajuan dan modernitas yang dimilikinya, hadir pula keburukan menyertainya. Dengan begitu kehidupan manusia seolah berada diantara dua dunia yang saling bertolak belakang. Satu sisi baik, di sisi lain buruk.

Begitulah laku hidup manusia. Kajian Elizabeth Kolbert, Di Bawah Langit Putih, 2021 memperlihatkan bagaimana manusia berupaya untuk mencapai taraf peradaban yang mutlak, secara bersamaan menimbulkan situasi kerusakan yang tidak kalah dahsyatnya.

Singkat kata, polusi dan pencemaran udara datang bersamaan dengan keberadaan pembangkit listrik tenaga karbon. Upaya memfasilitasi kehidupan yang lebih baik, berujung pada ancaman bagi kehidupan manusia itu sendiri. Pertahanan alami menghilang, yaitu kewarasan dan kemanusiaan.

Tampak kontradiktif, namun begitulah kenyataan yang ada. Di berbagai dunia sektor korporasi mengejar profitabilitas seolah mengabaikan dampaknya. Sementara itu di tempat berbeda, berbagai kelompok sosial mengelola perbaikan kualitas hidup manusia mereduksi dampak pembangunan yang eksesif.

Seolah kedua kaki manusia berjalan ke arah yang saling berlawanan, meski pada akhirnya sama-sama melangkah. Benarkah keberadaan manusia dibangun dengan saling unjuk kekuatan, landasan utamanya adalah berupaya saling menaklukkan? Rekaman sejarah terlihat abu-abu menjawabnya.

Bagaimana mungkin deklarasi hak asasi manusia, membiarkan terjadinya kelaparan, kemiskinan dan kebodohan serta ketimpangan? Tingkat yang lebih ekstrim secara terbuka, bahkan tercipta konflik perang antar saudara, hingga pengungsian. Benarkah kita makhluk yang beradab?

Peradaban dan kemajuan yang diharapkan berjalan selaras dengan kebaikan, justru membuka kotak pandora keseimbangan ekosistem. Pada kisah manusia kemudian hiduplah menjelajah, mencari sumber modalitas baru, mengarungi samudera, memakai metode perang menghancurkan untuk menguasai.

Berbagai kelumit pertanyaan tersebut, dalam kajian CB Kusmaryanto, Bioetika, 2021 menghadirkan prinsip double effect -efek ganda. Problemnya ditempatkan pada kedudukan keutamaan, yakni memastikan kehidupan sebagai hal yang tidak tergantikan. Perlu dikaji asal muasal urutan kejadian.

Korban pencurian tidak bisa memilih berdiam diri lalu terbunuh, dalam upayanya mempertahankan nyawa dan harta yang dimiliki, maka korban berhak untuk melindungi diri meski menyebabkan si pencuri terbunuh. Lalu pada kisah perang yang disebut sebagai upaya peradaban? Siapa yang diberi keluasan tersebut? Kematian menjadi diskusi yang tidak menarik dalam situasi konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun