JELANG TAMAT! Drama keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tanah air memasuki tahapan hampir final. Di penghujung nasib, antara tetap ada dan kemungkinan tiada.
Kisruh seleksi pegawai dengan perubahan status menjadi aparatur sipil negara, melewati proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan rangkaian tidak terpisahkan dari agenda pelemahan KPK.
Upaya serius mengatasi problematika korupsi merupakan amanat penting agenda reformasi, dengan tajuk utama: (i) regulasi pembatasan umur kekuasaan, (ii) memberantas kolusi, korupsi, nepotisme -KKN.
Reformasi memunculkan pemerintahan baru, tetapi tidak mengubah wataknya. Karakter kekuasaan tetap seperti semula: tamak dan berorientasi pada kepentingannya semata.
Karena itu, agenda mengatasi korupsi lambat-laun tampak menjadi duri dalam daging bagi kekuasaan. Proses politik di jalur yang koruptif, menghasilkan kekuasaan berkarakter sama seperti sebelumnya.Â
Politik dengan pemilihan langsung di tanah air membutuhkan sumberdaya finansial, dan pemenuhan kebutuhan itu jamak didapat melalui praktik jual-beli kuasa serta transaksi gelap otoritas. Lingkaran setan yang tak putus.
Tidak terbilang petinggi negeri, mulai dari kepala daerah hingga pejabat setingkat menteri silih berganti menjadi pesakitan KPK, tapi korupsi tidak juga surut. Bahkan upaya mengempiskan fungsi KPK terus berlangsung.
Pertaruhan
Korupsi adalah kata sederhana yang menghimpun berbagai kerumitan, didalamnya ada unsur pertukaran pengaruh, pengambilan keuntungan, menggunakan cara-cara culas dan manipulatif.
Dalam termasuk Korupsi terjadi barter antara keuntungan individu dengan beban penderitaan publik. Kenapa begitu? (i) kualitas pembangunan merosot, (ii) kerugian negara ditanggung publik.
Penerima beban terbesar dari kasus korupsi adalah publik yang berposisi sebagai korban. Sebab itulah, maka perang melawan korupsi merupakan bagian dari hajat publik.