Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media, dari Terusan Suez ke Vaksin Nusantara

19 April 2021   14:36 Diperbarui: 19 April 2021   14:38 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Macet! Kapal Ever Given tersangkut di celah Terusan Suez. Kanal penyambung benua Eropa ke Asia tanpa berkeliling Afrika itu berhenti berdenyut. Alur lalu lintas suplai di tingkat internasional mengalami gangguan.

Terusan Suez kembali normal setelah proses evakuasi kapal dengan muatan 200.000 ton berhasil dilaksanakan. Tetapi kapal super kargo itu ditahan dan dikenakan hukuman kompensasi oleh otoritas Mesir sebesar Rp13.1 triliun.

Proses pemulihan Terusan Suez menjadi konsumsi berita media nasional selama berhari-hari sebelum kemudian media lokal kembali berkutat pada isu-isu domestik. Termasuk soal pernikahan serta perceraian selebritis.

Ilustrasi dari kemandekan di Terusan Suez menimbulkan situasi krisis jalur perdagangan dunia, seolah mengingatkan kita pada gambaran sampul buku Jared Diamond, Upheaval: Bagaimana Negara Mengatasi Krisis dan Perubahan, 2019.

Krisis pada kenyataannya akan tetap terus terjadi berulang kali, maka kita dituntut untuk dapat menyelesaikannya.

Formulasi Diamond sederhana, hal yang mutlak dilakukan, (i) mengakui keberadaan krisis, (ii) merumuskan solusi mengatasi krisis, (iii) melakukan perubahan adaptif atas situasi yang berbeda.

Celah sempit Terusan Suez sekaligus menyegarkan pikiran kita, tentang imajinasi keseimbangan dalam kehidupan bernegara yang harus terus dijaga, agar tidak terjebak dalam stagnasi demokrasi dan berhenti di perjalanan.

Persis sebagaimana Acemoglu & Robinson nyatakan dalam The Narrow Corridor, 2019. Dengan begitu, ruang demokrasi yang terbentang dalam garis tipis di antara tarikan tegangan kekuasaan negara dan kekuatan publik.

Keseimbangan harus dijaga dan berjalan terus-menerus, agar tidak tertarik secara berlebihan ke salah satu kecenderungan tertentu. Koridor demokrasi itu terlihat sempit, terlebih bila tendensi kuasa tidak disertai dengan penyeimbangnya.

Realitas Media

Kini kita kembali pada realitas media sebagai representasi ketertarikan publik dalam menangkap isu-isu yang berkembang. Kita kerap beralih dari tema berita substansial, ke hal-hal pinggiran yang mengalihkan fokus.

Seperti halnya percakapan publik yang terjadi saat menanggapi tentang pernikahan artis yang ramai didatangi para petinggi negeri. Audiens mudah beralih serta terlibat dalam satu perbincangan meski di permukaan.

Silih berganti informasi menempatkan publik. Tidak banyak fokus yang dihasilkan kecuali berpindah-pindah tema yang telah diulas media. Namun begitu, media pula menjadi indikator sebuah bangsa dan karakter masyarakatnya.

Mudah lupa dan cepat marah. Itulah kita ketika beralih tema pembicaraan di media. Termasuk berkomentar soal tanding catur Dewa Kipas, hingga perbantahan tentang vaksin Nusantara. Pro-kontra adalah hal yang biasa.

Kondisi tersebut menjadi kontraproduktif ketika pro-kontra tidak menghasilkan resolusi yang bermakna. Dalam kerangka dialektika, sebuah tesis berbentuk antitesis hingga berbuah sintesis.

Terjadi perubahan dari substansi masalah menjadi penyelesaian, tidak statis, bahkan dalam dinamika alamiah kita memang akan terus mengalami koreksi kualitas dari waktu ke waktu.

Sebagaimana media ada dan mengada, seperti itulah wajah masyarakat kita. Media dikonstruksi oleh lingkungan yang hidup serta melingkupi di sekitarnya, dan secara bersamaan media membentuk pola budaya bagi lingkungannya.

Tanpa lelah kita berayun di antara berbagai isu, harus terdapat semacam upaya bersama untuk melakukan koreksi kolaboratif, yang ditujukan bagi upaya membangun pondasi solusi dari berbagai persoalan tersebut.

Media dituntut untuk mencerahkan, di sisi lain publik harus memiliki kemampuan literasi bermedia yang baik, agar energi yang tersisa tidak terkuras habis pada hal-hal minor bahkan tanpa solusi.

Kedua entitas tersebut, media dan publik diharapkan menjadi corong penyeimbang kekuasaan. Kita tentu berharap agar kapal kebangsaan ini tidak macet di tengah jalan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun