Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Catatan Komunikasi 2020, Polarisasi hingga Pandemi

10 Desember 2020   15:50 Diperbarui: 11 Desember 2020   21:36 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(THINKSTOCK via Kompas.com)

TUTUP TAHUN. Penghujung akhir 2020 telah menjelang. Banyak hal yang perlu mendapatkan perhatian di tahun yang terbilang berat kali ini. Perlintasan 2020 seharusnya menjadi momentum pemulihan pasca sengitnya Pilpres 2019, momentum itu terkurung pandemi yang semakin menyulitkan.

Problem utamanya, hingga saat ini penanganan pandemi belum menunjukkan dampak yang berarti. Laju kenaikan kasus, akumulasi total kejadian dan kurva penularan wabah masih terus menjulang. Setelah hampir 9 bulan terjepit pandemi, publik mulai kelelahan. Protokol kesehatan mulai tidak disiplin dilaksanakan.

Seperti lingkaran setan, angka yang belum kunjung membaik ditambah tekanan psikologis publik, serta lemahnya penegakan regulasi membuat angka-angka statistik dari pandemi masih terus tinggi. Situasi ini jelas tidak menguntungkan, meski kita bisa saja berdalih bila hampir semua negara di dunia bernasib serupa.

Lantas apa yang hendak kita lihat dalam perspektif komunikasi melihat tahun yang serba sulit ini? Justru dari kekelaman kita mampu melihat titik terang. Habis gelap terbitlah terang, sebut Kartini. Bila meminjam istilah psikiater Viktor Frankl, kita akan mampu memberi makna penting dari kesuraman yang dihadapi.

Dalam kondisi kegelapan, maka mekanisme kerja mata kita akan lamat-lamat beradaptasi dengan minimnya cahaya, sekaligus mulai mampu melihat secara sensitif bayang-bayang terang. Aspek komunikasi mengurai apa saja yang telah dilalui, dan bagaimana kita sepatutnya melewati gelombang badai perubahan kali ini.

Basis Polarisasi

Keberlanjutan. Awal 2020 adalah fase yang dituai pasca Pilpres 2019. Polarisasi politik, yang lekat dengan perbedaan pilihan pada periode kontestasi tidak juga berhenti. Berlangsung sengit alih-alih kompetitif dalam mengajukan strategi solusi bagi persoalan kebangsaan, demokrasi menjadi artifisial tidak menyentuh substansi.

Hasil dari Pilpres 2019 justru menguatkan sentimen identitas kelompok. Proses konsolidasi elit, selesai melalu kompromi jatah kursi. Oposisi bersalin rupa menjadi koalisi, dimaknai sebagai momentum rekonsiliasi. Tetapi itu pada tingkat atas, bara sosial terpendam dalam relasi dan interaksi sosial yang telah terbelah serta berkubu.

Dalam kajian komunikasi dikenal sifat irreversible, yakni sebuah pesan tidak dapat ditarik kembali seperti semula. Formulasi bentuk komunikasi dalam penyampaian makna akan menjadi konsumsi publik, dan hal terus menerus dapat melekat dalam memori khalayak. Dengan begitu proses komunikasi harus direncanakan dengan kalkulasi dampak yang mungkin akan dihasilkan.

Lagi-lagi, periode kontestasi berbicara tentang kemampuan untuk memperoleh dukungan dan sebanyak mungkin suara sebagai bentuk legitimasi bagi kekuasaan sebagai tujuan akhir. Karena itu pula, pendekatan pola komunikasi yang berorientasi hasil menciptakan praktik politik ala Machiavellian membuka ruang distorsi.

Mudah dipahami bila hoaks dan hate speech menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membangun kerumunan. Potensi konflik mengemuka, masing-masing kelompok meyakini kebenaran versinya, saling menegasi, menjalankan aksi reaksi. Publik menjadi terpecah seperti yang disebut filsuf Martin Buber sebagai I-It, layaknya aku dan kamu sebagaimana benda, dalam konteks yang terbatas, terpisah dan berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun